Selasa, Mei 31, 2011

Keluh Kesah Tak Berujung...

Bounce back! Melejit kembali. Seperti bola yang dipantulkan sangat keras ke lantai, lalu melenting jauh...

Alhamdulillah, tak berbilang lagi banyaknya, aku mengalami jatuh, bangung, jatuh, dan bangun lagi. Tetapi sama sekali belum pernah mengalami kebangkitan yang luar biasa, atau melenting, memantul jauh seperti bola basket di tangan para pemain. Kemampuan aku hanya sekedar jatuh, lalu bangkit sedikit, dan segera jatuh kembali. Polanya malah cenderung berbahaya... jatuh tiga tingkat, lalu hanya bankit satu tingkat. Dari hari ke hari, dengan demikian, yang terjadi adalah kemunduran.


Namun aku bertahan mati-matian dengan kejujuran ---kalau pun tak bisa disebut begitu, paling tidak aku berupaya untuk tak pernah menutup-nutupi kejelekan aku. Bersikap ksatria, mengakui kesalahan, walaupun pahit. Harapan tetap menyala (meski redup), bahwa kelak Allah akan mengangkat aku dari keterpurukan.

Hari ini memang aku telah berupaya. Sebenarnya sudah sangat lama berikhtiar memperbaiki diri. Tetapi entahlah, aku begitu rapuh. Perjuangan seringkali patah. Terantuk batu kerikil dalam batin, yang kerap marah, benci, menyesali nasib, menyalahkan takdir, dan prasangka buruk. Atau juga barangkali karena keadaan yang begitu kejam?

Aku dihempas oleh badai keburukan dari hari ke hari. Menghadapi situasi yang menyulitkan. Serba kekurangan. Kehilangan potensi dan peluang. Secara manusiawi, hal itu sungguh-sungguh menyiksa. Wajar saja sebenarnya, jika lantas aku terpelanting.

Di sisi lain, ada faktor luka batin yang sesekali menganga... Tentang trauma, tentang kegagalan, tentang ketakutan, tentang cemas, tentang kekhawatiran, tentang rasa tidak mampu. Tuhan, tolonglah aku, beri aku petunjuk untuk melangkah.

Satu lagi mental block yang teramat sukar aku kendalikan. Yaitu pikiran buruk, bahwa Tuhan memperlakukan aku dengan sangat kejam. Ia langsung menghukum aku dengan keras, jika aku melakukan kesalahan. Bahkan, aku merasa hukumanNya jauh lebih besar daripada kesalahan yang aku kerjakan. Ini pun adalah sebuah rasa (yang memang sebenarnya salah, tetapi sulit diabaikan). Kadang, jika dibanding-bandingkan, jika orang yang melakukan kesalahan seperti aku, mereka enjoy-enjoy saja, dan bahkan mendapatkan pelbagai keberuntungan.

Lalu sebaliknya, jika aku melakukan kerja keras, ikhtiar total, dan komitmen penuh dalam melakukan sesuatu, malah dibalas dengan hasil sangat sedikit. Inilah yang membuat aku marah. Aku benci. Mengapa nasib selalu seperti ini... Orang menilai aku tak memiliki komitmen. Mereka tidak tahu, betapa aku sering bekerja jauh lebih keras dari mereka, jauh lebih cerdas, tetapi ketika menerima imbalan, sama sekali tak layak, bahkan terasa sangat menghinakan...

Mengapa aku tak seperti orang lain, yang melakukan biasa-biasa saja, tetapi memperoleh reward yang begitu baik? Inilah sebenarnya salah satu sumber "penyakit batin" aku.

Perih terasa. Bahkan berbagai buku, nasehat, dan latihan-latihan mengurangi beban batin aku lakukan. Tak hanya versi Islami, ajaran dari "pihak" lain pun aku ikuti ---sejauh tidak menggiring pada kemusyrikan. Ini harus aku lakukan. Jika tidak, aku pasti sudah benar-benar hancur. Sekarang memang sudah, tetapi masih ada peluang untuk diselamatkan, belum benar-benar porak poranda.

Tanggungan beban aku berlipat-lipat. Secara mental, harus membersihkan penyakit batin dari luka dendam, marah, prasangka buruk, dan iri atas kemudahan orang lain. Secara pikiran, menjaga agar otak tetap tenang dan jernih. Secara kejiwaan, tak ingin mematikan diri, aku belum ingin mati, meski kadang-kadang tak tahan.

Barangkali, hanya wajah anak-anak aku yang sering jadi penyelamat. Di kala mereka tidur pulas, di saat mereka riang bermain, di waktu mereka bercanda ria, di situlah semangat aku bangkit.

Aku benar-benar tak berdaya. Hanya Allah yang bisa menolong... Kabulkan, ya, Allah...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar