Kamis, Januari 28, 2010

Segera Akan Aku Resensi: The Lost Symbol


Insya Allah, ada sisa rezeki buat beli novel bagus ini. Mudah-mudahan sudah ada edisi bahasa Indonesia-nya.

Minggu, Januari 24, 2010

Aku Berlindung Dari Godaan Politik Yang Tidak Lucu


Pansus Bank Century. Antashari diancam vonis mati. Bonek Persebaya mengamuk (lagi). Jakarta selalu macet. Demonstrasi tiada henti. Satu kilogram ganja ditangkap polisi. PSSI keok melulu. ATM milik nasabah dibobol. Para selebritis cerai melulu. Terhiburkah?

Untung ada Budi (ada Wati, ada Ibu Budi, kata buku teks SD). Juga Rianty sang bidadari di Beauty And Azis. Boleh juga ditambah Opera Van Java dan Sinden Gosip. Sekali lagi, cukup terhiburkah?

Urat syaraf kita nyaris tegang meski belum putus. Tapi bisa putus juga manakala kepenatan sajian berita plus infotainment (ini juga keliru, sebenarnya gossiptainment) ditambahi dengan beban rumah/kantor yang menggunung. Listrik belum bayar. Air PAM macet. Tetangga buang sampah seenaknya. Eh, di kantor ada kawan yang dengki (bikin isu panas bahwa kita "main mata" sama roman kinclong di ruang sebelah).

Sudahlah. Mungkin televisi dan koran-koran ditakdirkan untuk menggerojok ketenangan batin.

Mengapa harus disebut takdir? Mana bisa kita menghindar. Coba-coba matikan televisi. Berhenti baca koran. Tak dijamin bebas berita. Diam-diam kawan makan siang ngoceh: eh, itu Pansus Century serius nggak ya, Demokrat terlibat tidak, ya? dan serentetan pertanyaan lain. Kalau anda perempuan, lebih celaka. Pagi-pagi kaum sahibul rumpi berkicau: tega-teganya, ya, Ruhut Sitompul bilang banxxat!

Jelas-jelas publikasi TV One, Metro TV, atau Radio El Shinta News and Talk serta Kompas plus detik.com itu tidak disetting untuk membuat tawa terbahak. Mayoritas politik melulu. Awal berita muncul, memang asyik juga. Tapi kalau kelamaan seperti Pansus Bank Century, jadi sepet juga. Persis mengunyah permen karet lebih dari 360 detik (satu jam, Brow! ueneeek).

Pemirsa televisi, pembaca koran, pendengar radio, juga ditakdirkan untuk sering-sering mengusap dada.

Giliran melihat tayangan humor, seperti guyonan Tukul, Budi Anduk, dan Azis, kekonyolan bermain-main tanpa batas. Berhambur kata-kata ejekan. Obralan julukan-julukan hina. Jualan perempuan-perempuan seksi. Dan sedikit saja humor cerdas yang sehat.

Bukannya harus anti. Tetapi justru bertentangan dengan prinsip humor itu sendiri. Humor, sejatinya, variatif, banyak versi, kaya karakter, dan bertabur kreativitas. Pengulangan nan membosankan, repetisi tiada henti, duplikasi, basi, seperti permen karet 360 detik itu pula. Capek, deh.


Humor Politik

Karena langit politik pengap, kita butuh pelepasan. Tokoh jenaka dengan joke cerdas telah tiada (Selamat Jalan Gus Dur, andalah penyelamat nalar sehat kami). Barangkali yang tersisa tinggal teks. Sulit rasanya, jika cuma mengandalkan tampang para elit. Setuju saja sebetulnya, tampang Susno Duadji itu lucu, tapi tidak menghibur. Mencari lelucon segar di balik panggung kuasa hari ini sama sulitnya mencari jarum di setumpuk onggokan jerami.

Saya juga tak berani janji, ke mana harus mencari perlindungan atas kebosanan-kebosanan kita. Baca buku Humor Politik juga nyaris seperti makalah mahasiswa yang dikejar deadline, copy paste sana-sini! Pun situs humor politik, cuma beda alamat isinya nggak jauh-jauh amat. Nah, barangkali bertukar cerita pengalaman pribadi rada sedikit menolong.


Ini Serius

Seorang anggota DPR RI dari daerah, berlatar bisnis atau pengusaha, pokoknya urusan jual beli gitu lah... (mungkin juga jual beli perkara, kali, ya). Dalam sesi wawancara, seorang jurnalis bertanya: Pak, apakah Bapak punya alamat e-mail. Tanpa ba-bi-bu, si Anggota menjawab santai. Dulu sih ada... tapi sudah lama saya jual. He..he..he..

Saking tua, seorang anggota dewan sudah malas naik ke ruang pribadinya di Gedung DPR Nusantara I, lantai tertentu. Lantaran mendesak, ia terpaksa harus ke ruangannya itu. Begitu ke luar dari lift di lantai tujuan, si anggota bertanya ke Satpam: Mas, ruang kerja saya di sebelah mana, ya.... Nah, lho, ruang kerja sendiri saja sudah lupa, apalagi nasib rakyat :)

Dua kisah barusan memang tidak berkaitan langsung dengan saya, alias mengutip cerita kawan.

Tapi tiga di bawah ini, persis saya alami sendiri.

Di musim kampanye April tahun yang baru lewat, kebetulan saya mendampingi bos yang bertarung untuk kursi DPR RI. Si Bos, kebetulan berani pede kalau menghadapi khalayak di perdesaan dan pelosok kampung (asumsinya: mereka tidak kritis).

Saat itu, rakyat mengeluh bahwa mereka hingga hari ini tak menikmati aliran listrik. Giliran si Bos berbicara. Dengan yakin beliau bertanya: Sejak Kapan Bapak-Bapak tidak menikmati listrik? Sontak hadirin tertawa terpingkal-pingkal. Sudah jelas dari zaman batu era nenek moyang, mereka tak pernah mengenal listrik, kok, masih ditanya sejak kapan?

Masih ada, ini di tempat lain. Berceramah dengan anak-anak SLTA ---menghadapi kaum belia seperti inipun, bos masih pede, dengan asumsi yang sama, mereka tidak kritis.

Ada Ketua OSIS yang mengeluhkan praktek korupsi di sekolah, dan bertanya apakah kasus seperti ini bisa dibawa ke KPK? Bos, enteng saja menjawab: pasti bisa! Kalian laporkan saja ke KPK di Kabupaten... Hua...ha.. ha.., nanti kaleee, KPK bisa berada di Kabupaten kalau sudah ada lebaran monyet... wakakakakak.

Di gedung DPR juga bertabur cerita nyata nan jenaka ---mudah-mudahan begitu, kalau tidak, aku malu sendiri.

Dalam forum Rapat Kerja bersama Menteri Kabinet Indonesia Membangun II, pendek istilah Kabinet SBY, seorang anggota DPR bertanya penuh semangat (nggak pake 45).

Pak Menteri, saya bilang ke orang-orang di daerah, bahwa organisasi bantuan bencana di daerah itu akan mendapatkan bantuan dana dari pusat. Saya bilang begitu ke mereka, Pak Menteri, biar mereka semangat. Betul kan, Pak Menteri, memang ada bantuan dana dari Pemerintah Pusat?

Tanpa ragu, Pak Menteri menjawab: tidak ada tuh... kata siapa? Gerrrrrr.... seluruh hadirin di ruang rapat tertawa. Termasuk saya yang berada di balkon atas.

Nah, kawan-kawan, keep your reason. Jangan hilang akal dengan kejenuhan. Kita tuker-tukeran cerita humor politik, yu. Ditunggu...

Sejarah Kami Mencintai Buku... di FKMM Manado


Berani sumpah! Suara paling merdu di FKMM Jalan Kleak Manado adalah milik Maemunah "Nana" Abdullah (semoga Allah selalu memberikan hujan maghfirah dan ampunan). Berani tidak sumpah ---takut dapat murka Wati Razak, eh, atau Rozak--- yang paling tak bisa menyanyi adalah Basri Amien. Ayo bareng-bareng curiga, jangan-jangan anak itu tak ingat sepotong pun bait lagu yang beken di masa itu (era 93-99).

Tapi kalau diajak taruhan sama kawan-kawan yang kini sudah kebanjiran rezeki dari KPU dan DPRD, saya masih berani. Bahwa jelek-jelek Basri itu hapal juga lagu tertentu. Mau tahu? Bung Hatta, dari Album Iwan Fals. Tapi dengan intonasi yang mirip aktivis ber-dekalrasi: hujan... air.... mata... dari... pelosok... negeri... Tunggu dulu, istilah jelek-jelek barusan maksudnya: Basri jelek dalam hal lagu dan sastera.

Bayangkan saja, dari ratusan judul buku yang dia koleksi (dan sering aku curi baca), tak satu eksemplar pun yang berjudul ngepop. Dia tak pernah membeli buku sastra. Belum pernah aku lihat membaca novel. Mungkin saja, jika tak diberitahu Bang Naid (mantan Ketua KPU Maluku Utara, kini DPRD) Basri Amien tak pernah tahu Bahwa idola dia Romo Mangunwijaya juga adalah seorang novelis. Ter..la..lu (dengan gaya ucapan Rhoma Irama).

Sssstttt... FKMM bukan cuma Basri Amien yang cerdas. Tapi juga Sofyan Al Hadar yang susah didefinisikan. Kami semua senang menulis, bikin artikel untuk koran-koran, atau menulis puisi seperti cara Mas Puja atawa Nana. Namun Bang Sofyan ---sama Iis Susilawati dipanggil genit: Ooom Sofyan--- rajin menulis bon utang di warung depan. Wallahu 'alam, sekarang sudah diganti atau belum.

Selang dua tiga tahunan, FKMM juga ramai oleh rimba aktivis. Maklum saat itu demonstrasi mulai menggeliat. Rombongan kawan-kawan HMI Cabang Manado, PMII Cabang Manado, aktivis SMID, pegiat PRD, mahasiswa tak jelas, dan wartawan, mondar-mandir di jalan kleak. Sampai-sampai, pernah FKMM dikepung petugas kepolisian. Mohon tak tersinggung, benih-benih intelektual dan perlawanan mahasiswa di Manado (terutama yang beragama Islam) tumbuh dan membiak di situ.


Pembauran
Segala suku di situ, Endi Biaro dari sunda, Yayat Biaro dari Padang (iya, dong, dia kan besar di Padang), Karyanto Martham Jawa Tondano, Said Banteng Kotamobagu, Shanty dari Gorontalo, Dibyo plus Mas Puja dari Jawa, Andi Mappasomba from Makassar, dan Idris Sudin dari Papua (masudnya rambutnya itu yang biasa disebut "kiribo"). Latar akademiknya juga berbeda-beda, ada yang kuliah di IKIP, di Universitas Sam Ratulangi, di STIKOM Manado, tapi perasaan dari IAIN nggak ada tuh! Namun satu hal yang bisa mengikat: kecintaan terhadap membaca, berdiskusi, berdebat, dan sudah tentu berorganisasi.

Sialnya, jika dibuat ukuran menang kalah, semua kami bertekuk lutut dihadapan Bang Katamsi Ginano. Mau apa? Soal nulis dia seng ada lawan. Mau debat, siap-siap kena serangan pedes. Tak berbilang lawan dia kipas dalam ajang seminar dan diskusi. Namun abang kita ini agak kabur soal organisasi. Mungkin yang tegas dia pelaku Organisasi Tanpa Bentuk. Namun jangan tanya sekarang ini, level-nya sudah go internasional, pemegang ID Nomber di Newmont Internasional ----punya biaya khusus untuk entertainment pula, duh...!

Bagaimana dengan orang non FKMM tapi memberi rupa-rupa warna. Bang Reiner Ointoe adalah orang yang pernah membuat saya tersinggung. Tapi juga ada benarnya dan justru membuat kita bersyukur. Sang pemikir yang banyak memberi inspirasi ini pernah menyebut FKMM sebagai organisasi Amal Jariyah. Lha, bukannya bagus, pahalanya terus mengalir (Jariyah adalah artinya terus mengalir). Begitupun dengan sosok Kamajaya Al Katuuk. Dari dia kawan-kawan FKMM tahu pentingnya sastra.


Masih ada figur lain yang layak sodor, seperti Coen Hussain Pontoh, Taufiek Passiak, Junaedi Hussain, Yayat Biaro, dan Ja'far Al Katiri. Mereka bukan hanya hadir di pelatihan. Mereka sebenarnya yang mampu menggugah daya pikir daya nalar anak-anak FKMM. Setujuuuuuu... (seperti murid kelas lima SD, ya, yang ramai bilang, setujuuuu Bu Guruuuu).


Lucu Lucu
Kalau sekarang ada Team Lo, yang bisa memparodikan lagu apa saja, jauh-jauh hari kami di FKMM memiliki seorang laki-laki super lucu dan ciamik main gitar. Daya pesonanya menyedot siapapun, termasuk mereka yang sedang sibuk belajar mengahadapi ujian mid semester. Kalau tak keliru, dialah yang menciptakan Mars FKMM. Beda sedikit dengan Irham Maku, tak lain adalah Syahril Hantono. Nama ini jaminan mutu untuk main gitar dengan lagu-lagu berkelas. Memainkan tembang-tembang KLa Project, memetik Jazz dengan merdu, dan memainkan Iwan Fals dengan menarik. Vokalisnya tentu bukan saya apalagi Basri Amien, melainkan Nana, Shanty, atau Ka Icha Bafagih.

Lucu tapi bisa membuat malaikat marah adalah kejadian Hendra Abdul yang solatnya tak lagi khusyu (ini kata dia). Ceritanya, saya dan Basri Amien lagi membaca di kamar. Terus dia sholat ---salah satu muslim FKMM yang rajin Sholat. Karena merasa takut mengganggu, kami ke luar. Eh, lupa menutup pintu. Jadi dia sholat dengan pintu terbuka, lantas dilihat orang lain yang wara-wiri. Jangan-jangan, Ka Hendra duluan jadi Anggota DPRD karena rajin sholatnya itu, ya...

Lucu tapi menyerempet seram juga pernah terjadi. Seorang senior, namanya Masri Mamonto, susah payah bikin skripsi. Harap ingat, zaman itu tak akrab dengan komputer, tetapi tak-tik-tok mesin ketik butut. Kalau dalam satu halaman kertas ada satu hurup salah ketik saja, urusannya jadi ribet. Nah, di saat sang senior puyeng, pikiran bengal saya keluar. Persis, di halaman tengah skripsi yang ia tulis dengan rapi, saya ubah ketikan Nama Machiavelli menjadi Max Poliii (ini nama salah satu dosen di Fisip Unsrat). Wakakakakak. Dia ngamuk dan meronta. Saking ketakutan, saya tak berani mengaku, hingga tulisan ini dibuat.

Oh ya tentang fisik orang-orang di sana. Rata-rata berbadan kurus, terima kasih Indomie yang membuat kami berdaging tipis. Kalaupun gemuk, cuma satu orang Khadijah Rozak, atau Ka Ijek. Kakak yang satu ini luar biasa rajin, teliti, sekaligus pemberang. Seingat saya, tak ada yang berani melawan. Diantara tubuh kurus ekstrem dan gemuk tak terkira itu ada juga yang moderat, alias sintal. Seperti Ka Nurhasanah Syahdan, Iis Susilawati, dan Roni Domili.

Siapa ya, yang belum kesebut?

Ho.. ho.. ho.. Rusli Djalil. Ya, ampyuuun... Jika saja Zahra isterinya yang sekarang ini tahu persis detil Ka Ucli waktu di FKMM mungkin akan... (lanjut sendiri, deh!). Zahra yang cantik, pasti kamu dibilang kelilipan atau sakit mata, jika berpacarannya dari dulu. He..he..he..

Tapi dia hebat. Di kalangan aktivis yang bisa menjadi koresponden media nasional selain Katamsi Ginanano dan Verianto Madjowa, ya Rusli Djalil itu. Nama medianya waktu itu adalah Tabloid Swadesi, terus ke Majalah D&R, Terus Majalah TEMPO, terus... Sekarang beliau Anggota DPRD di Maluku Utara, dan pernah juga menjadi Anggota KPU.

Tercantik, Tertinggal
Jangan harap cewek-cewek saat itu seperti artis sinetron ABG sekarang ini. Handphone belum dikenal. Mode baju juga nggak penting-penting amat. Belum ramai manicure-pedicure, creambath, facial, atau dandanan dugem nan seksi.

Cuma jujur saja, saya punya kategori cantik yang universal, bisa dipakai untuk mengukur Angelina Jolie, Angelina Sondakh, atau Angel Lelga... Ukurannya jelas. Cantik itu artinya ukuran mata simetris, hidung proporsional-fungsional, rambut sehat, telinga wajaar, dan bibir sensual. Hayoooo, masa mau dibilang cantik kalau matanya juling? Emang bisa cewek disebut cantik kalau budek? Kalau bisa sih hidungnya bangir, sekaligus fungsional. Begitu aja kok Freeport...

Maka duhai kawan-kawan perempuan di FKMM, perkenankan hamba menyebut yang tercantik adalah...

Satu hal sudah jelas, tak bisa diamandemen oleh Sidan Paripurna DPR RI sekalipun, bahwa di FKMM tak ada yang ganteng. Ini lebih adil disebut... soalnya saya sudah pasti tak akan masuk nominasi. Malah, kalau dibuat ranking 10 pria paling ganteng di FKMM, saya tak masuk nominasi. Padahal kontestannya hanya sembilan orang. Wakakakakakak....


Terpasti
Anehnya di FKMM ada mahluk yang sepertinya sudah tahu persis akan menjadi apa dan harus bagaimana. Sekarang saya sering merenung, doktrin bahwa Pemimpin itu dilahirkan, memang benar adanya. Bung Karno muda ketika di penjara Sukamiskin, Jawa Barat, menulis grafiti di tembok dengan judul, "Di Kamar Ini Nasib Bangsa Aku Tentukan." Konon, si pendek gempal Napoleon Bonaparte sejak kelas enam SD menjawab: "Saya akan menaklukan Eropa" (ketika ditanya oleh Ibu Guru di kelas, tentang cita-citanya).

Mudah-mudahan Mas Pudja Sutamat ingat dan tak membantah. Sewaktu liburan semester awal, kami bingung akan berbuat apa. Dia menyodor ide, mendatangi radio-radio beken di Manado. Kami ditolak dan sempat diejek. Alah, kata si penyiar tua yang saat itu beken tapi otaknya melongpong, pendidikan untuk jadi penyiar radio itu tak perlu! Penyiar tua itu menyindir kami yang sekolah di Jurusan Komunikasi, dan ingin magang jadi penyiar, dengan andalan pendidikan tinggi. Sekalian saja disebut, nama stasiun Radio itu adalah MEMORA FM.

Mas Pudja tersinggung banget, tapi mengatakan datar. Endi, mari kita buktikan, omongan orang itu ngaco. Eh, ternyata tak perlu waktu lama. Kami jadi penyiar di Radio yang lebih bergengsi, SMART FM. Terus, setelah beberapa tahun, si penyiar blo'on itu jadi anak buah Mas Pudja. He..he..he..

Memang prosesnya tak gampangan. Di kamarnya, Mas Pudja sering ngoceh sendiri ---tapi bukan sakaw. Ia belajar keras jadi penyiar, baca berita sendiri, dengan intonasi seperti Max Sophacua (penyiar televisi yang suaranya berat empuk).


Dan Reuni Itu...
Dan reuni itu 99,9 persen tak akan bisa saya hadiri. Saya sedih... Bukan apa-apa, kalau ongkos mah mungkin bisa sabet kanan kiri. Tapi terutama tidak pede dan masalah waktu (sok sibuk! ah, beginilah jadi anak buah).

Cuma pesan singkat: tak benar saya pelupa. Yang benar adalah sering tak ingat. Lalu tentang isu besar soal meninggalkan pacar di bioskop, maaf saja, saya butuh klarifikasi. Jawabannya: nggak inget, tuh! Wakakakakakak

Selasa, Januari 19, 2010

Ragam Cerita Gara-Gara Facebook!


Peringatan: Facebook bisa menyebabkan kanker (kantong kering karena dipecat kerja, perintah bos terbengkalai, karuan aja didepak!); serangan jantung (kalau isteri iseng ngintip account suami dan melihat pose begitulah...); Impotensi (maksudnya potensi kreatif anda gugur gara-gara kelelahan meladeni situs jejaring sosial ini); tapi jelas tidak akan mengganggu kehamilan dan janin.

Cuma, menurut Doktor Joel Gold, seorang psikiater dan asisten profesor di bidang psikiatri dari New York University, facebook bisa mengganggu kejiwaan. Nama penyakitnya keren abis: Delusi Internet.


Duhai jangan main copy paste karena alasan praktis. Meski kepepet, sempatkan dulu periksa siapa yang akan anda posting. Jangan salah kirim ucapan Ultah untuk"kawan tapi mesra"yang malah terus nyasar ke isteri. Berabe... Nanti dijadiin proyek Pansus sama tetangga sekitaran. Eh, si Endi tadi malem ribut sama istrinya, lho? Nah, begitu kurang lebih yang akan terjadi di ruang sidang kaum Ibu, sembari belanja sayuran sama sesama Anggota Dewan Perempuan Ribut di kampung...

Bagaimana tidak. Seorang kawan bertutur kejadian seperti itu. Ceritanya posting selamat ultah sama yang lain, eh, untuk isteri juga mengirim dengan ucapan yang mirip, lupa mengganti kalimat.

Kealpaan dalam menulis status, bisa juga berurusan dengan skor atau malah vonis hukuman. Dulu, waktu ramai Gozila versus Cicak, juga ada seorang anggota polisi yang memamki-maki publik. Sontak ia mendapat teguran dari korps kepolisian. Juga yang berujung ke pengadilan, dengan delik fitnah dan penghinaan. Di Liga Inggris, seorang pemain sepakbola yunior dari Porstmouth, menulis Semoga kita kalah hari ini (saat itu menjelang laga antara Porstmouth versus Arsenal). Celakanya, dalam pertarungan, ternyata Porstmouth dicukur The Gunner dengan skor telak: 4:0...

Lain perkara kalau ada unsur kesengajaan. Misalnya biar terkesan status-nya selalu banyak yang menanggapi. Masih cerita dari kawan. Dia sengaja bikin empat sampai lima account dengan nama dan foto berbeda. Fungsinya mengerek gengsi. Jadi, untuk account asli selalu membuat status heboh. Lantas, kalau tak ada respon dari mana-mana, gampang saja. Bikin aja tanggapan dari account lain, yang sejatinya milik dia sendiri.


Beberapa Kejadian

Urusan status dalam facebook ternyata juga jadi lahan buku. Seperti sebuah terbitan Berjudul Gara-Gara Facebook. Sebelum ke situ, simak dulu cerita-cerita ini:

1. Buronan Balik ke Sel
Karena kasus penipuan di Mexico, bernama Maxi Sopo, terpaksa kudu balik ke sel-nya di Mexico. Gara-gara kebelet nulis status ke kawan-kawannya. Meski profil ia rahasiakan, tetapi kawan-kawan yang ia kirim kabar tidak. Dia kemudian terlacak via Facebook dan Myspace.

2. Tawuran karena Facebook.
Tak terima pacarnya dimaki-maki lewat facebook, Steven Liang (23), warga Jalan Ploso Timur, mencoba mengklarifikasi ke Paulus dan Lia. Kedua orang itu selalu meneror Rini, pacar Steven, dengan makian dan ancaman melalui account facebooknya. "Karena tak terima, korban minta bertemu dengan orang yang meneror pacarnya," ujar Kasat Rekrim Polres Surabaya Utara, AKP Dolly A Primanto, kepada wartawan di mapolres, Jalan Bubutan, Sabtu (12/12/2009).

Pertemuan pun disepakati di Jalan Pirngadi. Namun saat datang ke jalan yang berdekatan dengan Polres Surabaya itu, masing-masing pihak rupanya membawa banyak teman. Steven membawa 3 orang teman, sedangkan Paulus membawa lebih dari 10 orang termasuk adiknya, Tonny Wijaya (23) yang tak lain adalah suami Lia dan Wahyudi Mokoagao (23), warga Jalan Setro.

Pertemuan yang rencananya hendak mengajak damai itu malah berubah menjadi pertengkaran akibat kedua kubu tak mau saling mengalah. Karena kalah jumlah, Steven pun dihajar oleh kubu Paulus. Kepala dan wajah Steven dipukul dengan helm dan mobilnya dilempar dengan batu paving sehingga kacanya pecah.

3. Pelamar Kerja ditolak
Detiknet pernah mempublish hasil temuan di luar negeri, bahwa 1 dari 10 pelamar ditolak gara-gara facebook. Kenapa? Perusahaan melacak kebenaran curiculum vitae si pelamar, dan melihat facebook yang dimiliki. Wah, isinya ternyata rajin memaki rasis, dan doyan menayang gambar-gambar seronok.

4. Pekerja Dipecat
Tadi yang cari kerja, kiini kisah pekerja yang pastinya bakal jadi pelamar (gara-gara dipecat di tempat kerja lama). Kerajinan facebook bisa membuat orang lupa sama tugas. Lebih ruwet kalau fasilitas kantor malah jadi fasilitas seperti warnet, online melulu. Jelas dong, perusahaan sewot. Ujung-ujungnya, ya itu tadi, sayoara...

5. Kriminalisasi
Tak perlu detil. Meski tak sedikit delik kriminal gara-gara Facebook ini. Pembunuhan, kekerasan seksual, perampokan dan sejenisnya, seolah jadi efek samping. Sudah tentu, sebisa mungkin kita hindari. Jelas sudah, teknologi memang selalu menjadi pedang bermata dua.

6. Gangguan Jiwa
Sebuah riset mengingatkan penyakit Delusi Internet. Kurang lebihnya, perasaan was-was bahwa ruang privasi kita akan tersebar via perangkat komunikasi di internet, seperti facebook, twiter, youtube dan sejenisnya. Lebih-lebih bagi anda yang masuk jajaran elit sosial dan ekonomi tinggi. Pasti banyak yang iseng ingin mengganggu. Tapi, tentu jangan sampai berlebihan dan mengganggu stabilitas psikologis anda.


Buku Gara-Gara Facebook
Baru-baru ini, ada juga buku yang menuang berbagai kisah seru gara-gara facebook. Buku suntingan dari M. Solahudin, terbitan Leutika Publishing, November 2009 ini lumayan lengkap. Mulai dari cerita gembong narkoba yang ditangkap ---gara-gara keranjingan facebook. Beragam kisah lain juga tertuang.
Dari kehidupan pribadi, sosial, hukum sampai dengan politik. Semua dirangkum secara rapi oleh pihak penerbit. Buku yang bercover biru dan bergambar seorang anak balita mengenakan ikat kepala hitam ini merupakan buku pertama yang dicetak mengenai kisah-kisah para pengguna Facebook. Selamat membaca!

Jumat, Januari 15, 2010

Televisi, Kekerasan dan Perempuan



Every three minutes, a woman is beaten. Every five minutes a woman is raped. Every ten minutes a litlle girl is molested.

Jumat, Januari 08, 2010

Sahabat Mengharu Biru


Tuhan pasti sutradara Maha Agung. Tak secuilpun Martin Scorsese, Steven Spielberg, atau Francis Ford Coppola bisa disandingkan denganNYA. Daftar nama-nama beken di industri sinematografi Holywood itu hanya mampu memuaskan libido imajinasi liar kita. Bahkan tak sedikit, sutradara kelas dunia (bukan dunia akhirat), malahan menjejalkan kekerasan berfikir, menindas akal sehat. Pun, untuk mereka yang mampu mengguncang pasar per-film-an internasional, seperti Roland Emmerich, sang director film 2012!

Siasat Allah ---demikian aku pernah membaca artikel disebuah buku--- pelik nan tak terduga. Namun penuh tetes hikmah yang menyegarkan. Bisa saja, sesuatu yang direncanakan Allah adalah meremukkan daya tahan kesabaran kita, tetapi di lain waktu, justru berbuah dengan rupa-rupa kebaikan. Atau kebalikannya. Sesuatu terasa manis di awal tetapi kecut di penghujung. Hanya satu-satunya kesadaran yang mesti terpatri: apapun rencana dan takdirnya, secara sejati, adalah baik. Lagi-lagi, urusannya adalah soal kemampuan kita menerimanya dengan ridho dan ikhlas. Paling tidak, jika belum mampu menggapai kelas ridho dan ikhlas itu, kita bisa sedikit bersabar (menahan diri untuk tidak meratapi dan mengutuki nasib).

Paparan ini agak klise. Tetapi perlu, guna sedikit menjelaskan perjalanan sejumlah kawan-kawan yang saat ini aku kagumi dengan takzim. Mereka tak melulu sukses dari sisi sempit (berlimpah uang, misalnya). Tetapi justru karena menggapai apa yang menjadi keinginan banyak orang. Kriteria banyak orang itu, adalah salah satunya adalah aku (sebagaimana orang kebanyakan yang hanya bisa berimajinasi dalam tidur atau terjaga).

Cukup petikan dua contoh saja. Satu teman ada di Manado, perempuan, cantik, sukses, pintar, baik hati, dan pernah bersama-sama melakoni proses sebagai aktivis mahasiswa. Sementara satu yang lainnya adalah kawan sekampung ---kini tinggal di Jakarta, ia juga sukses dalam banyak ukuran. Adalah satu pembeda dari dua orang kawan bahagia itu, yang di Manado hingga hari ini masih lajang. Sementara kawan dari kampung sudah menikah.

Membuat aku bangga dengan sebenar-benarnya, si kawan kampung itu punya isteri yang Subhanallah... cantik, dan kesan aku sepertinya orangnya juga baik. Insya Allah akhlaknya juga begitu. Agak cukup menggambarkan salah satu doa ketika Ummat Muslim akan bercermin: Ya Allah, baguskanlah akhlak aku sebagaimana engkau membaguskan wajahku!

Balik ke latar kedua kawan ini ketika "masih belum" ada apa-apanya. Soal pintar, sudah pasti. Si kawan kampung memang tak pernah satu bangku sekolahan. Tetapi kawan-kawan dia di sekolah, adalah teman akrab aku. Mereka kerap bercerita. Salah satu yang selalu mereka sebut: hanya dua orang di kelas yang selalu bergantian berebut ranking, yang satu adalah perempuan, satunya lagi ya kawan aku itu.

Sementara kawan yang dari Manado, jelas banget. Bahasa Inggrisnya perfect. Di HMI dia adalah KOHATI primadona. Cerdas, berani, kritis, dan mau saja ikut demo. Oh, iya, ada yang lupa. Kedua orang kawan itu (yang di kampung dan yang di Manado, adalah sama-sama orang HMI tulen, bukan sekedar ikut-ikutan).

Kedua orang itu, saat ini bisa berinteraksi hanya melalui dunia maya. Mereka pasti sibuk dengan dunianya sendiri. Biarlah...

Tak tahulah, perincian detil kehidupan orang. Itu tak penting. Sebab pokok utama adalah dalam hidup kita bisa belajar dari petikan riwayat orang lain. Agar kita tak mati dalam pesimisme dan tak tumbang oleh kesombongan. Insya Allah...