Jumat, Juni 03, 2011

Desakan-Desakan Pahit...

Selalu bersyukur ketika melihat, menyaksikan, atau bersentuhan langsung dengan kebaikan-kebaikan. Semuanya meresap sebagai embun segar. Membasuh batin yang kerontang karena amarah. Meneteskan denting air bening ke jiwa yang gahar. Tapi yang lebih penting lagi, menyelamatkan keyakinan, bahwa manusia memang berkesempatan melakukan kebaikan-kebaikan. Aku, tentu saja, adalah salah satu mahluk Allah yang punya potensi melakukan itu. Entah kecil atau besar. Entah berfaedah banyak, atau hanya sekelebatan saja ---tanpa rasa menggeletar.


Di saat pikiran sungsang, ada juga kesempatan yang menyentil rasa haru. Beberapa hari lalu, misalnya, aku menolong seorang Nenek yang menuang Air Teh Panas. Mulanya tidak hirau. Tetapi tangan refleks mengambil cangkir dan teko ---membantu perempuan tua itu melakukan tugasnya. Sembar berkata sopan, aku katakan: Nek, biar saja saya yang bikin...

Tak dinyana sama sekali. Si Nenek sangat berterima kasih. Mengaku bahwa tangannya memang sudah tak sanggup mengangkat teko berisi Air Teh Panas itu. Padahal, apa yang aku lakukan benar-benar sepele. Jauh dari dugaan bahwa itu benar-benar akan bermanfaat. Aku hanya bergerak naluriah saja. Tetapi, Alhamdulillah, kami berdua di pagi itu mendapat pesan kebaikan yang indah. Meski pun kecil sahaja...

Di lain sisi, kejadian itu persis di ujung galau yang menggelayut. Pikiran kacau berseliweran. Malam sebelumnya, aku tak bisa tidur, hingga Adzan Subuh berkumandang. Gumpalan rasa kecewa, marah, pesimis, khawatir, kembali menerjang. Tapi, selalu ada setetes embun penyegar...

Dan siang tadi, sebagaimana laku lampah aku yang tak berubah, aku masuk kembali di pusaran gonta-ganti mood (suasana hati). Kadang bagus, disertai dengan nikmatnya Ibadah. Tapi kadang jengkel, berujung pada beratnya melakukan perintah Allah. Di siang tadi, aku terjebak kebingungan kembali. Menghdapai pilihan melakukan keburukan (meski kecil), tapi mengganggu pikiran. Aku selalu terdesak dalam opsi yang pahit. Dan biasanya aku kalah. Akibatnya, depresi diri kembali tiba.

Entah hingga kapan...


Upaya terus saja dilakukan. Mungkin ikhtiar aku kurang keras atau entah faktor apa. Aku hanya sesekali mereguk nikmat batin, terutama dalam hikmah dan ibadah. Pesona hikmah ruhaniah, memang terkadang mendesir dalam kalbu. Namun jarang bertahan lama. Karena kenyataan hidup menggempur dengan peluru panas. Membuat aku terkapar, selalu. Hidupku memang pedih...

Berbagai penyelamatan senantiasa kandas. Berbagai pembelajaran, nasehat, bacaan, kisah, atau bahkan pertolongan langsung yang pernah jadi contoh, seakan hanya berlaku realtime saja (hanya di saat tertentu). Lantaran di lain perjalanan, aku mengalami kebuntuan terbaru. Masalah muncul berentetan dengan versinya masing-masing. Memang sejujurnya, saat ini selalu terkait dengan problem finansial. Tetapi tak jarang pula menyangkut "psikologis".

Misalnya perkara yang mendatangkan diri menjadi minder. Harga diri yang terluka. Penyesalan akan masa lalu. Gelora rindu kepada Dia yang kucintai. Dan masih banyak lagi. Aku, memang, tak bisa tidak, hanya bisa pasrah kepada Allah. Bahkan pun ketika aku melakukan kesalahan fatal.

Namun bagaimanapun, setidaknya aku masih menjerit ketika melakukan sesuatu yang menurut syariah Islam adalah salah... Mudah-mudahan itu adalah masih sebagai tanda adanya geletar Iman. Wallahu'alam...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar