Selasa, Juli 12, 2011

Dengan Lolongan, Dengan Tangis, Untuk Dapat Ditolong

Catatan Peristiwa Nyata, Hari Minggu Pagi, 10 Juli 2011:

Pagi yang dingin. Kumandang Adzan baru beberapa jenak lewat. Sekonyong, satu dua kerumunan tercipta. Aku hadir di situ. Mengisi perut yang keroncongan. Terpaku di sebuah kursi milik Ibu Rahma ---penjual nasi uduk di kampung.


Seperti biasanya, begitu pelanggan datang, terutama dari kaum hawa, sepotong perkataan pembuka pun akan segera muncul. Sebagai awalan guna memanaskan obrolan. Biasanya, topik pembicaraan selalu berulang-ulang. Tentang anak-anak yang malas bangun pagi. Tetang tetangga yang kehilangan motor. Tentang Pak Tua yang sakit-sakitan. Atau sekedar meletupkan diskusi seputar harga Sembako yang kian menjulang.

Namun kali ini berbeda. Adalah seorang perempuan yang mengeluh ketakutan. Katanya ia mendengar suara-suara aneh, seperti tangisan, tapi juga seperti dengus binatang. Yang jelas, suara itu telah ada sejak jam dua pagi buta. Gara-gara itu, ia bahkan tak berani ke luar untuk ambil air wudhlu. Sholat Shubuh pun lewat...

Respon dan tanggapan langsung berlahiran.

Agaknya, kabar suara menakutkan itu bukan bohong. Tak lama, datang pengakuan serupa. Lalu bergulir kepada kami, saya dan beberapa orang laki-laki yang ada di situ. Mereka minta tolong, agar kami melacak.

Tentu saja, ini permintaan enteng. Segera, seusai makanan beres digilas usus, kami melangkah berkeliling. Tepat, di sebuah sumur kecil dan sempit, bekas galian sumur pompa (model lama, merk Dragon, yang digerakan tangan, bukan pompa air zaman kini), sumber suara kami temukan. Terlihat di kedalaman sekitar lima meter, tergolek sebuah mahluk warna hitam. Binatang itu benar-benar menyedihkan. Kedinginan. Gugup. Terengah-engah. Ia mungkin berada dalam batas yang tipis, antara hidup dan mati...

Namun pemandangan ini tak disikapi seragam. Sebagian malah cuek, termasuk dua orang kawan yang segera berlalu sembari menggerutu: biarkan saja dia mati (mahluk di dalam sumur itu). Pihak lain, malah ada yang tambah takut. Mengira itu adalah setan, babi ngepet, atau anjing jadi-jadian. "Ngapain ada aning berkeliaran di sini", begitu katanya...

Tapi kami bertiga, justru berdesir. Mana tega membiarkan mahluk yang terlihat samar (karena berwarna hitam, di tempat gelap pula) itu mati kedinginan dan tengelam di dasar sumur? Dengan berbagai cara, kami harus menolong.

Tapi bagaimana? Turun ke dalam sumur, tak ada yang berani. Saya sendir, jujur saja, memang sangat ingin menolong. Tapi ragu, jangan-jangan itu adalah anjing liar yang galak. Terhadap mahluk Allah yang satu itu, saya memang agak penakut, dan sama sekali tak akrab bercengkerama. Atau, jangan-jangan memang babi...

Agaknya, kawan yang lain, dua orang, juga memiliki persepsi sendiri-sendiri. Semuanya yakin untuk menolong. Tetapi benaknya terpengaruh oleh omongan orang di kanan kiri (yang saat itu mulai berdatangan). Ada yang menyebut aning rabies. Ada yang menyebut binatang jadi-jadian, dan ada juga yang mengatakan itu adalah Babi, jadi biarkan saja. Lebih baik nanti sekalian sumurnya ditutup!

Tapi yang paling menyakitkan adalah respon dari pemilik sumur. Mereka cuek saja. Tak ada sepatah katapun. Bahkan mimiknya seolah keberatan atas keberadaan kami di dekat sumur itu. Satu lagi, ada juga seorang setengah baya yang malah memanas-manasi situasi, agar segera saja sumur itu diuruk, membenamkan hidup-hidup mahluk yang ada di dalamnya. Tega nian...

Dua pendapat, dari pemilik rumah dan orang setengah baya, membuat aku agak panas. Maklumlah, dengan mereka selama ini aku kurang cocok. Meski lebih banyak dan nyaris selalu, aku mengalah dan membiarkan saja. Tapi kali ini batin rada jengkel. Tapi, lagi-lagi aku mengalah (hanya diam, tidak berkata-kata). Pilihan aku hanya satu, tetap menolong dengan cara yang aku bisa, agar mahluk di dasar sumur selamat.

Ternyata, menolong pun tak mudah. Kami telah menurunkan bambu, agar mahluk itu mau naik. Lalu mengulurkan tali. Lalu menjerat kaki, ekor, dan leher binatang itu, tapi juga gagal. Malahan mahluk itu terlihat mengamuk. Seperti tak ingin ditolong. Proses ini berlangsung lama. Hingga itu, satu dua orang mulai pergi, diganti oleh orang lain yang baru datang. Tapi, tak satu pun dari mereka berminat bekerja sama dengan kami bertiga untuk memberikan pertolongan. Datang ke situ hanya ingin menonton, melihat, dan mencari tahu.

Kami pun nyaris menyerah. Tapi, akhirnya nekat. Biarkan saja, kami akan pakai tali yang diikat di ujung bambu, dan menjerat dengan paksa leher binatang yang malang itu. Meski khawatir, bahwa akan mati ketika diangkat, tapi tak ada lagi pilihan lain. Upaya ini berhasil. Mahluk itu terjerat, dan kami angkat pelan-pelan. Dan, begitu tiba di mulut sumur, langsung ditepis ke luar. Nyatanya, binatang itu adalah memang anjing, warna hitam, bertubuh sedang.

Aneh, begitu tiba di darat, ia terlihat diam sejenak. Sama sekali tak terlihat galak, panik, atau ketakutan. Malah melangkah santai, lalu pergi.

Padalah, kami sendiri bersiap siaga, jika terjadi apa-apa. Misalnya, mahluk itu akan menyerang.


Tak Menyerah
Dalam benak, sesaat setelah penyelamatan sederhana itu, muncul pertanyaan. Alangkah kuat anjing itu bertahan? Hampir 4,5 jam di dasar sumur, yang berair cukup dalam dan sebenarnya menenggelamkan dirinya. Ia memang sudah tak sanggup melolong, karena mungkin kehabisan nafas.

Anjing itu,bahkan ketika kami temukan, hanya menyisakan nafas terengah, nyaris terkulai di dasar sumur. Seolah sudah frustrasi dan tak ada harapan untuk selamat.

Ternyata tak begitu, begitu ia berhasil kami angkat, mampu pergi dengan langkah kaki yang sempurna, seolah tak terjadi apa-apa.

Hebat benar, kata hatiku lirih, Anjing itu tak menyerah untuk minta tolong. Awalnya mungkin ia menggonggong, lalu hanya bisa mengkaik, dan terakhir mengerang. Tapi ia terus-menerus berupaya memanggil pertolongan. Mungkin ia juga meminta kepada Allah, agar datang bantuan. Yang jelas, ikhtiarnya tak sia-sia. Ada tiga orang yang hatinya digerakkan oleh Allah, untuk mau membantu.

Tak ada yang istimewa dari kejadian ini.

Kecuali jika mengenali, siapa tiga orang yang masih punya hati untuk mengulurkan tangan.

Pertama, adalah bernama Buay, karena namanya Sabuay. Ia, pagi itu, baru saja kalah berjudi. Setahu aku, anak itu gila judi, nyaris tiap malam. Setiap pagi, jika aku bertemu dengannya di tukang nasi uduk, pasti ia baru selesai bermain, entah kalah atau menang.

Kedua, adalah Kocel, ini adalah nama panggilan, nama aslinya aku lupa. Anak muda inipun setali tiga uang, baru saja selesai main kartu.

Ketiga, yaitu aku sendiri. Sementara aku, di pagi itu, juga baru mengalami peristiwa unik. Persis beberapa jam sebelumnya, menemani isteri orang yang kabur dari rumah suaminya. Karena aku kenal dengan suaminya, maka terpaksa aku menemani dia, agar tak ada yang mengganggu (maklum, malam telah larut).

Aku bujuk dia untuk pulang. Tapi dia tak mau. Aku janjikan padanya, bahwa besok aku antar ia ke rumah orang tuanya, juga tak mau. Dia malah terus jalan kaki menelusuri jalan raya. Dengan tangis yang sesekali meledak.

Tentu saja aku merasa tak enak dan malu. Beberapa orang yang melihat, seperti curiga memandang aku. Mungkin mereka mengira aku pacar atau suaminya, yang sedang bertengkar. Tapi, aku cuek saja. Yang penting, bisa mengawasi wanita itu. Dan bertekad tak akan ke mana-mana. Aku khawatir, jika aku tinggalkan, wanita yang sedang menangis itu malah akan dijahati orang lain.

Tapi peristiwa ini tak berjalan lama. Karena Alhamdulillah, aku berhasil menemukan suaminya (yang ternyata lewat di jalan itu). Anehnya, si suami sama sekali tak tahu bahwa isterinya bersama aku di pinggir jalan. Ia, ternyata, dalam keadaan mabuk, dan baru pulang dari menonton dangdut. Begitu sang suami melihat isterinya, sontak ia memaksa sang isteri pulang. Ternyata, sang isteri menurut. Dan aku bonceng mereka berdua pulang ke rumahnya.

Dan malam itu, aku memang begadang. Tidak sholat subuh. Pikiran tetap ruwet. Karena kondisi kehidupan aku yang kini sedang tak baik.

Nah, jelas, kami bertiga sama sekali bukan orang baik. Kami bukan Ustadz, bukan guru ngaji, bukan orang yang rajin sholat. Tapi, mengapa kami bertiga yang Allah gerakkan hatinya untuk menolong Anjing entah milik siapa?

Dan, mengapa pula, secara kebetulan aku menemukan Isteri kawan yang kabur dari rumah?

Dua Peristiwa
Dua peristiwa itu sama sekali tak ada kaitan.

Aku hanya berpikir, luar biasa cara Allah memberikan pertolongan kepada mahluknya yang sedang susah.

Allah bahkan sanggup membuka mata hati kami yang penuh maksiat. Mungkin Allah membiarkan para ustadz diam tak menolong, atau Ibu-Ibu yang suka sholat itu tetap cuek, karena pahala mereka sudah banyak. Dan sengaja menggerakkan kami bertiga untuk sedikit melakukan hal-hal yang baik. Mungkin begitu.

Juga tentang isteri kawan, mungkin Allah sengaja mempertemukannya dengan aku, agar aku berkesempatan menjalin silaturahmi yang lebih kuat dengan suaminya. Karena terbukti sang suami sangat berterima kasih kepada aku (malam berikutnya, ia mentraktir aku ngopi dan merokok di rumahnya).

Entahlah...

Satu lagi. Aku sendiri ingin memiliki kekuatan seperti Anjing yang terperosok di dasar sumur. Betapa ia tak menyerah. Tetap berupaya. Sementara aku, selalu meratap, tak konsisten dalam mencari tolong, dan gampang menyerah...

Ya Allah, bila kejadian itu Engkau sengajakan, maka bukalah mata batinku untuk memperoleh hikmah dari kejadian ini. Aku adalah mahluk Mu yang lemah dan naif. Tapi ingin bisa berbuat baik dan berdampak baik terhadap diriku sendiri...

7 komentar:

  1. Luar biasa. Kebaikan hati memang seharusnya dilakukan terhadap semua makhluk, termasuk binatang. Mereka juga bisa merasakan sakit, dan panik... dan tentu lega setelah terselamatkan. Semoga kebaikan ini dibalas dengan pahala yang berlipat ganda oleh Yang Kuasa... Dan oh ya, selamat berpuasa. Semoga Ramadhan ini membawa kebaikan bagi kita semua. Salam, d.~

    BalasHapus
  2. aku merasa ikut masuk dalam cerita ini :)

    BalasHapus
  3. Subhanalloh, jika Allah berkehendak akhirnya pertolonganpun terlaksana tanpa suatu hambatan ya :)
    syukurlah ternyata apa yang dipikirkan buruk banyak orang itu tak terjadi

    BalasHapus
  4. Selalu ada hikmah di setiap peristiwa, iya kan mas?
    subhanallah..terutama ini Satu lagi. Aku sendiri ingin memiliki kekuatan seperti Anjing yang terperosok di dasar sumur. Betapa ia tak menyerah. Tetap berupaya. Sementara aku, selalu meratap, tak konsisten dalam mencari tolong, dan gampang menyerah...

    dan bahwa menolong or itu jgn pilih kasih.
    inget gak dengan cerita jaman nabi, seorang pelacur yg menolong anjing kehausan dengan sepatunya. lalu ia masuk surga.

    Selamat berpuasa mas endi..semoga kebaikan selalu di dekat kita.

    BalasHapus
  5. mas endi makna dari tulisannya begitu bagus :)

    BalasHapus
  6. Kunjungan perdana, ke blog ini. Salam silaturahmi.
    Baa kaba urang Biaro....

    BalasHapus
  7. dibalik semua peristiwa pasti ada hikmah didalamnya

    BalasHapus