Jumat, Oktober 19, 2012

Pukulan Telak, Memalukan...

Sebuah keputusan yang aku sadar betul keliru. Sekaligus mengundangn rasa malu. Akan tetapi harus... dengan pertimbangan bela keluarga. Jika saja bukan faktor Orang Tua, Kakak, dan Adik, sumpah mati aku tak sudi. Jika ingat hal ini, perih.

Dan ternyata, aku tak memetik apapun dari semua itu, kecuali pukulan bertubi-tubi. Menjadi bahan pergunjingan kawan-kawan. Ditertawakan orang. Bulan-bulanan di media (massa) lokal Tangerang. Dan riwayat politik akupun tercoreng.

Sebelumnya, meski aku selalu kalah dalam politik, tetapi (mungkin) masih ada apresiasi yang bisa diberikan pihak lain. Setidaknya adalah konsistensi, dan pro terhadap perubahan-perubahan (juga sangat anti despotisme, yang merusak demokrasi). Tetapi mulai hari ini jelas, bahwa aku pun melakukan keburukan fatal sebagai aktivis politik. Loncat pagar, pindah partai dengan tiba-tiba (tanpa argumentasi intelektual apapun, kecuali bahwa demi membela keluarga). Dan akupun "merebut" kekuasaan dengan cara-cara politicking.

Lebih konyol lagi, secara tiba-tiba pula aku disingkirkan.

Dengan demikian, secara pribadi, aku hancur berkali-kali. Merasa melakukan sesuatu yang sangat tidak aku sukai ---tetapi terpaksa dilakukan. Lalu menjadi bahan cibiran. Dan kini dipermalukan.

Rasanya begitu kuat himpitan beban. Meski aneh juga, begitu mendengar aku disingkirkan dari gelanggang, selisir bisikan damai menyembul: bahwa sebaiknya pasrah saja. Tak bisa kita menghadang pusaran nasib. Jika Allah menghendaki, maka apapun bisa terjadi, termasuk tusukan yang membuat nyeri diri sendiri.

Harapan yang tersisa adalah Allah memberi kekuatan...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar