Selasa, Juni 30, 2009

Ujian Bagi Kehormatan Diri

Tradisi sufi mengajarkan agar kita tidak terlalu menggantungkan diri terhadap orang lain. Jangan sampai diri kita "mengemis" memoon bantuan, mengiba dan menghinakan diri terhadap sesama manusia. Di sinilah faktor harga diri kita bermain. Seberapa mahal kita menjaga, agar wibawa tidak jatuh ke liang kenistaan.

Satu-satunya pusat sandaran tempat kita boleh ---dan bahkan wajib--- merendahkan diri, mensujudkan kening penyembahan, adalah kepada Allah SWT.

Potensi lain yang bisa dilejitkan jika kita membatasi tingkat pengharapan kepada sesama makhluk adalah kemampuan untuk menyingkirkan penyakit-penyakit munafik. Semua tahu, jika kita butuh dengan sangat kepada satu pihak, apalagi terhadap kekuatan yang posisinya lebih tinggi, semisal penguasa atau orang kaya, maka teramat mudah menggiring kita untuk berbuat jual pamrih, menjilat, membujuk, merayu, dan jurus-jurus pendekatan lainnya. Padahal semua itu justru untuk Allah semata.

Bahkan ada satu atsar yang sempat aku baca (namun lupa, hadis kategori mana dan diriwayatkan siapa), bunyinya kurang lebih: apabila kita mengharapkan kemuliaan dari seseorang atau suatu kaum, maka mereka akan menghinakan kita.

Mohon dibaca, bahwa menjaga harga diri bisa terpeleset ke dalam penafsiran bahwa seolah-olah kita sombong, cuek dan pasif terhadap orang lain. Tak ingin terlibat. Kurang melakukan interaksi dan sosialisasi. Menjauh seraya tak mau kenal orang lain. Konteksnya adalah sedapat mungkin kita justru melakukan banyak hal yang bermanfaat, tetapi tidak untuk orientasi membanjirkan harapan dan pamrih. Boleh berbuat dan beramal baik sebanyak kita mampu, tetapi ridho Allah adalah tujuan utama. Kalaupun di kemudian waktu, terjadi respon positif dari lingkungan (atas aktivitas kebaikan kita), maka itu adalah sebentuk konsekuensi.

Pengalaman Pahit
Saya mengalami langsung, bagaimana bekerja keras siang malam, lahir batin, untuk mengharapkan sesuatu dari orang lain (dalam bentuk hadiah, gaji, dan kompensasi), ternyata menghasilkan segala keburukan yang meremukkan hati. Selama bekerja, saya menadah makian, hinaan, dan caci maki, dengan harapan bahwa ketika pekerjaan selesai, dengan hasil yang diinginkan (ditargetkan) orang lain tercapai, maka kita akan dapat sesuatu dari orang itu. Kenyataannya, jerih payah itu menghasilkan sebaliknya: penghinaan dan perlakuan kejam. Dia, orang yang saya bantu, melaju dengan keberhasilan ---di mana, atas izin Allah, saya juga turut membantu--- seraya meninggalkan saya dalam kepahitan.

Berarti ada yang keliru dalam nawaitu, itikad, dan jihad saya waktu itu. Bukan berarti saya sama sekali lupa terhadap Allah. Tidak. Bahkan saya berniat untuk ibadah ----tetapi lembaran pamrih lebih tebal, dan menutupi niatan Illahiah itu. Saat itu, dalam benak adalah bekerja keras, agar memperoleh nafkah dari anak isteri. Selama proses bekerja, Alhamdulillah, anak isteri mendapatkan nafkah. Tetapi selepas itu, kami sekeluarga kebingungan. Ini menambah beban kesedihan.

Janji Ke Depan
Sekelebat perasaan marah, dengki, sesekali muncul, terhadap orang yang memperlakukan saya sewenang-wenang. Tetapi sekuat Iman kugiling penyakit hati itu untuk menjadi serbuk pelecut jiwa. Bahwa boleh hari ini gagal, tetapi harus ingat Allah, tak ada musibah apapaun yang bisa terjadi kecuali atas izinNYA. Semakin muncul rasa jengkel itu, semakin kutekuk leher untuk bersujud, Istighfar, minta ampunan. Kian rajin amarah menggelegak, semakin kencang kusiram air wudhlu, untuk membaca Al Quran atau tahajud.

Aku sekuat jasad dan rohani berjuang agar tak terpuruk oleh kerapuhan hari ini. Meski aku dipecat dari pekerjaan ---setelah mengantar sukses orang lain ke kursi empuk----, harus menjaga kehormatan diri. Tak akan menghiba-hiba. Biarlah Allah yang terus mengatur skenario. Terpenting adalah: aku bertaubat, semakin hati-hati, memperbaiki aqidah dalam mengerjakan sesuatu, dan membuang pamrih serta penghambaan terhadap sesama manusia.

Berjuang
Segunungan tantangan harus segera kujawab. Memberi nafkah bulanan untuk anak isteri. Mencari pekerjaan baru. Merealisasikan 10 amalan sunnah, yang sejak lama ingin diwujudkan. Semoga Allah mempermudah semua urusanku. Amien....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar