Selasa, Mei 26, 2009

Luar Biasa Tertinggal....

Banyak pribadi yang mampu menaklukkan lingkungan. Dalam jumlah yang jauh lebih besar justru sebaliknya, patah bertekuk tulang punggung, dibekap buruknya suasana sekitaran. Ibarat rebung bambu di kebun liar, hanya beberapa batang saja yang tinggi menjulang, sisanya pupus menjadi renik.

Aku adalah sosok yang nyaris kalah ---jika tak ingin disebut tumpas sama sekali! Menjadi benih yang tidak tumbuh malah terserap ke dalam taburan tanah dan becekkan lumpur. Berkali-kali, sebagai sebuah bibit, aku terlempar dalam berupa-rupa ladang. Kadang mendapat lahan persemaian yang cocok, tapi berkali-kali juga terlempar di sahara tandus. Atau sesekali tetirah di padang nyaman. Dari proses penyemaian itu, bukannya tinggi menjulang malahan amblas ditelah kerasnya persaingan hidup.

Setelah lama berselancar dalam jejaring sosial bernama Facebook, untuk kesekian kali batinku tergetar. Kaget oleh gedoran informasi tentang kisah bagus dari kawan-kawan (terutama kawan kuliah dulu). Betapa batin tidak meratap, mereka yang start bareng, mengambil lintasan yang sama, dengan fasilitas yang standar pula, toh bisa melambung jauh ---jauh meninggalkan aku sendirian.

Kini mereka bertebaran dengan profesi dan prestasi masing-masing. Fastabikul Khoirah, berlomba-lomba dalam kebaikan. Sementara aku terpuruk dalam kebengisan nasib. Dalam kungkungan kedholiman. Terpatok oleh sergapan rasa takut dan khawatir.

Bila kawan-kawan mampu mengubah jati diri, aku malah mengangkangi karakter dan idealisme yang dulu disemai. Dalam fase kuliah dan merintis kemampuan, akulah yang paling idealis dan sangat bersemangat dalam mengejar ilmu. Berani melawan, kritis, dan tak kenal surut. Kini semuanya berbalik. Merunduk, kalah, hanya bisa meratap-ratap. Memalukan!

Memang sejujurnya sering aku mengucap Alhamdulillah atas keberhasilan kawan-kawan. Beberapa di antara mereka tercatat luar biasa. Menjadi penulis hebat, bukunya laku, dan menekuni profesi terhormat: dokter ---adalah cerita salah satu senior yang sukses. Pun begitu, yang lebih junior, tak kurang hebatnya: sebagai Public Relations Offiecer di Perusahan Raksasa. Sementara yang lain, terserak di aneka bidang pengabdian. Seperti menjadi diplomat di KBRI Timor Loro Sae, sebagai jurnalis, profesi perbankan, praktisi bidang asuransi, politisi, anggota dewan, anggota KPU, dan banyak lagi. Hanya aku yang terpuruk....

Entahlah... Ini sebagai balasan atas kesombongan dan lelaku dulu, sebentuk ujian, atau (ini mendekati kepastian), memang hasil dari seluruh proses yang telah dirintis.

Satu hal yang paling aku takuti: putus asa terhadap Rahmat Allah, marah terhadap Illahi Rabbi, menyimpan kesumat yang tak habis. Jika ini semua terjadi, selesailah semua. Habis cerita tentang manfaat ilmu. Tak ada arti tentang kebijaksanaan hidup. Pupus semua makna kesabaran.

Semoga kekejaman perjalanan ini tak melemparkan aku ke sudut paling hitam itu. Biarlah sementara ini mungkin aku terlempar, terpojok dalam ketertinggalan. Tetapi aku ingin tegar dalam keyakinan. Semangat harus tetap meluap-luap. Titik api kebangkitan masih menyala. Artinya ada peluang untuk memutar kendali. Meski tertatih, aku harus tetap berjalan ke arah yang hendak digapai. Menuju jalan yang Engkau Ridhloi. Tolong Aku, ya Allah....

Potensi
Meski bimbang dalam bersikap, tetapi harapan masih tersisa. Kini untuk sekedar mendefinisikan apakah dosa proses kerja yang kurintis saja aku tak bisa menjawab. Perasaan bersalah menyembul karena aku menjadi bagian yang menunjang kemulusan proses orang yang dungu-lalim-jumawa. Juga terlibat dalam perkara-perkara politik yang tidak jujur, merampok uang rakyat dalam jumlah banyak. Tapi aku adalah pendosa yang sial, resikonya kena, tetapi uangnya tak dapat.

Tetapi untuk ke luar dan berhenti juga tak berani. Karena itu adalah sandaran nafkah. Keluargaku tak punya apa-apa. Bahkan dalam beberapa hal, aku mesti mencukupi kebutuhan keluarga isteri. Alhamdulillah, sekarang mereka masing-masing sudah berkeluarga, jadi ada yang menopang. Aku adalah tongkat penopang keluarga. Jika berhenti memperoleh rezeki dalam satu bulan saja, bisa babak bundas! Kasihan anak dan isteri.

Dalam perenungan, tak ada ujung yang terang: salahkah aku atas pekerjaan ini. Juga sebaliknya: dosakah aku bila berhenti? Hingga kini menanti-nanti hikmah dan hidayah dari Allah. Agar batinku tenang.

Potensi diri yang kumiliki, akhirnya, tak tergarap optimal. Karena berada dalam posisi takut dan tak pasti.

Bertekad
Skenario yang kurancang, dan pelan-pelan dilakukan adalah bertahan sembari mencari profesi yang pas. Biarlah, pahit getir, gelap terang, badai ombak, petir halilintar, sigap kuhadap. Menjadi perlaya sekalipun tak masalah. Pengabdian aku harus cukup dan tuntas!

Dalam gemuruh proses itu, keinginanku adalah mencari sekoci penyelamatan, agar segenap potensi dan kemampuan bisa dimanfaatkan. Misalnya sambil terus menulis, mengirimkannya ke media massa, menulis blog, atau membantu beberapa kawan. Lalu, meski dengan ketidakpastian yang tinggi, mengirim lamaran kerja ke sana dan ke sini. Diiringi dengan proses pendalaman hikmah ke-Islam-an, mempraktekan sepuluh amaliah baik yang sangat ingin kurutinkan. Bila strategi ini berjalan sempurna, mungkin akan ada titik terang.

Mestinya memang tidak memakai kata "mungkin", sebab itu adalah pertanda keraguan. Harus pasti. Memastikan diri untuk terus produktif menulis ---dan sebanyak mungkin membaca, tentu saja. Inilah daya tawar yang paling potensial membantu aku dalam profesi dan prestasi. Kemudian bermunajat meminta dengan sungguh-sungguh kepada Allah, agar aku dibebaskan dari suasana serba tidak nyaman ini.

Bersyukur
Betapapun pahit dan jengkel, aku harus tetap bersyukur. Allah masih memberi kesempatan. Tertinggal dan kalah adalah lumrah, yang penting jangan pengecut lari tunggang langgang dari gelanggang.

Ya Allah, teguhkan niat aku untuk terus produktif menulis dan membaca. Baik dalam tema ke-Islaman ataupun yang berkaitan dengan profesi yang aku tekuni.

Ya Allah, jadikan sepuluh amaliah harian menjadi rutin dalam diriku....

Ya Allah, berikan aku kemudahan dalam mencari rezeki....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar