Kamis, Mei 28, 2009

Mukzijat Itu Nyata....

Dengan mengucap Bismillahirrahmanirrahiem: saya sangat menyukai kidung religi Ummat Nasrani, berjudul Mukjizat Itu Nyata. Tak ada kata-kata yang kurasa mengeroposi ketauhidan. Netral saja. Jadi, amanlah untuk kudendangkan sewaktu-waktu.

Tetapi lagu memang bisa berarti apa saja. Kisah masa kecil bermain layangan, abadi dalam lirik Layang-Layang. Kerinduan tentang sosok mama, mengalun syahdu di lagu Julius Sitanggang (Mama, oh Mama), atau dendang Nyong Ambon tentang Mama'e. Secara agak vulgar, kenyataan pahit kehidupan juga sering tercantum dalam bait-bait lagu dangdut. Mulai dari ingin bunuh diri, merasa paling miskin di dunia, sampai kekenesan menjadi janda atau puteri panggung, adalah tema-tema khas di dendang dangdut. Meski tak suka, beberapa lirik "ajaib" versi dangdut, masuk dalam batok memori. Mau bagaimana lagi, pengamen di bus kota, kawan nongkrong di kampung, sampai sound system tetangga sebelah, hobinya seperti itu.

Sulit meracik definisi tentang makna lagu. Jika kata-kata yang terhimpun adalah: rangkaian kata yang indah, diiringi musik merdu, dengan suara vokal aduhai, maka itu tak terlalu cukup menjelaskan. Pokok perkaranya: justru banyak yang kebalikan dari itu semua terhidang dalam lagu. Coba jujur: kata-kata jorok-cengeng-vulgar, juga bisa jadi lagu laku. Pun dengan suara sember atau fals, malah bisa jadi penyanyi beken. Begitu pula dengan iringan musik brung-brang tak tentu irama, malah digilai anak-anak muda.

Lebih baik memang membuat kategori sendiri. Saya misalnya, memperlakukan lagu (lengkap dengan musik, vokal, dan piranti pendukngnya) semata sebagai alat hiburan. Dengan fungsi yang belum tentu menghibur... Karena terkadang dalam keadaan terpaksa. Rasanya belum bisa lirik lagu menjadi bagian dari inspirasi. Apalagi untuk menjadi api penyemangant. Ketika merunduk takzim dalam upacara bendera menyanyikan Indonesia Raya, batin tidak tersaput rasa takzim. Paling banter, haru mengenang Bung Karno, Bung Hatta, Bung Syahrir. Tak pernah menetes air mata ini karena lagu. Lebih cocoknya: belum!

Nah, di titik inilah Lagu Mukjijat Itu Nyata cocok buat saya. Ia menghibur ---tanpa inspirasi tanpa semangat. Lagipula, kenal dengan kidung rohani inipun dalam keadaan tak sengaja (dengar dari statisiun radio dan sesekali dari vokal artis bus kota).

Menggali Makna
Saya tak tahu, bagaimana tafsir Mukzijat dalam teologi Kristen. Mungkin saja ada titik persamaan, dan juga garis pembeda dengan keyakinan ke-Islaman yang saya anut. Mencoba mengira-ngira, unsur keajaiban, keuasaan Tuhan, penyelamatan, dan pembuktian akan keagungan Allah serta para Rosul, ada dalam tafsir Mukzijat dalam Islam maupun Kristen. Toh, sesungguhnya dua religi ini terikat dalam kesamaan sejarah. Sama-sama Agama Samawi yang masuk dalam keluarga besar Nabi Ibrahim. Mengutip istilah Nurcholis Madjid, Islam, Kristen dan Yahudu sejatinya adalah Abrahamic Religions (agama yang lahir dari rumpun keluarga Nabi Ibrahim).

Mukjizat dalam penjelasan ahli tafsir DR. Quraish Shihab adalah pertolongan Allah sebagai bukti kerasulan seorang Nabi, yang diberikan khusus kepada Nabi pilihan. Ini dirancang oleh Allah untuk menjawab pelecehan dari kaum kafir terhadap para nabi. Mulai dari tongkat Musa terhadap pasukan Fir'aun, Nabi Isa yang mampu menyembuhkan orang buta, dan Nabi Ibrahim yang lolos dari kobaran api yang menggelegak. Nabi Muhammad pun, untuk kategori ini juga diberi mukjizat, yaitu lolos dari kepungan "pedang terhunus" kaum Quraisy, setelah bersembunyi di mulut goa (dan pintu goa itu tertutup kembali oleh sarang laba-laba, seolah sudah ratusan tahun tak dilewati, kafir Quraisy pun terkecoh, padahal mondar-mandir persis di depan pintu goa).

Setingkat di bawah Mukjizat adalah Karomah. Inipun adalah kekuasaan Tuhan yang dimata manusia sangat tidak mungkin, tetapi justru terjadi. Penerima Karomah adalah golongan orang-orang pilihan, manusia sholeh, anbiya, wali, ataupun para ulama/ kyai khos. Pokoknya mereka memiliki kualitas iman lebih baik di banding orang-orang biasa seperti kita. Berpuluh-puluh kisah populer ---terutama dari cerita sufistik--- membeberkan tentang karomah yang berada dalam diri para wali. Hingga hari inipun, di Jawa, karomah para wali masih dipegang. Terbukti dari persepsi (sebenarnya keliru) para peziarah yang ingin mendapatkan karomah.

Di level paling akhir adalah Ma'unah, atau pertolongan Allah. Ini dianugarehkan oleh Allah kepada manusia-manusia biasa seperti kita. Berbentuk pertolongan yang datang tak diduga, seringkali ajaib alias di luar nalar, tetapi justru terjadi. Dalam kecelakaan maut di jalan tol, mobil ringsek berguling-guling, tetapi ada orang yang selamat, lecet pun tidak. Nah, inilah karomah. Rasio akan mengatakan mustahil bisa selamat. Tetapi Allah berkehendak lain, orang ini bisa hidup jauh dari celaka! Barangkali orang-orang di sekitar kita banyak yang mengalami hal ini. Termasuk anda....

Butuh Pertolongan (Ma'unah)
Hari-hari terakhir ini dengan teramat sangat saya membutuhkan pertolongan Allah. Agar diselamatkan dari kungkungan kotoran hati yang melekat. Penyakit itu sesungguhnya tak ingin saya pelihara, ingin dienyahkan dalam benak dan kalbu. Saya tak ingin membenci, marah, ataupun berputus asa. Lagipula, sesungguhnya itu berhasil. Kalaupun muncul, sejenak saja, segera terusir oleh berbagai sebab. Lebih-lebih saya bersumpah untuk tidak membenci, marah, dengki, apalagi dendam, terhadap seseorang. Masalahnya, sering kali kejadian yang berulang dari sumber yang sama, yang membuat saya benci, marah, dendam. Meski berhasil diatasi, tetapi saya takut kalah oleh kekecewaan yang teramat mendalam. Tolong aku ya Allah....

Saya juga butuh ma'unah, agar optimisme (prasangka baik, husnus zhon) tetap berkobar di jiwa raga dan pikiran. Sebab kenyataan yang dihadapi sekarang ini terasa merentakkan tulang punggung. Beban bertumpuk-tumpuk seperti tak mau lepas.

Allah juga maha tahu, bagaimana kondisi (ekonomi) yang memburuk terakhir ini. Allah pasti punya skenario dan rencana tertentu. Tentu saja aku memohon diselamatkan. Jangan sampai keadaan ini meluluh-lantakan bangunan iman dan keyakinan. Takut jika gagal, aku melampiaskan kebuntuan hidup ini kepada perkara yang tidak perlu. Kalaupun harus sedih, cemas, was-was, khawatir, itu manusiawi belaka. Asal jangan menjadi permanen dan mengendap menjadi perilaku buruk. Tolong aku, ya Allah....

1 komentar: