Rabu, Juni 02, 2010

Ersatz Yesrael, Not in My Back Yard...


Anti semitisme adalah fenomena baru bagi Ummat Islam.


Sementara di Eropa sudah berakar jauh dari dulu. Barangkali milyaran Ummat Islam saat ini membenci Zionis Israel karena memang "terpaksa". Bagi ummat yang memiliki pengalaman manis terhadap penaklukkan Yerussalem dengan solusi damai, dari zaman Khalid Bin Walid, perintah Ummar Bin Khatab, hingga perlindungan Sholahudin Al Ayubi, yang semuanya berakhir dengan perjanjian damai terhadap Yahudi, adalah lebih dari cukup.


Atau Piagam Madinah yang tegas-tegas memberikan jaminan hidup terhadap Yahudi. Memang ada pengecualian, ketika pengkhianatan Bani Qainuka terhadap kedamaian di Madinah dibayar dengan hukum pancung oleh Nabi, tetapi itu adalah respon untuk menciptakan "law and order", yang hampir empat kali dilanggar oleh para munafiq Yahudi.


Islam, secara genealogis dan doktriner, sama sekali tak ingin memuncratkan darah,bagi Yahudi, bagi siapapun. Bila ukurannya adalah tragedi, maka 1/3 Ummat Muslim di dunia saat ini dengan mudah menunjuk: bahwa Yahudi lebih sering diperlakukan biadab justru di sepetak wilayah yang saat ini disebut pelopor HAM dan Demokrasi. Yahudi lebih sering dibantai oleh Eropa!


Perburuan progrom di Spanyol, tatkala Ratu Issabel dan King of Ferdinand menekuk Kekhalifahan Islam, adalah salah satu horor yang bahkan oleh sejarawan barat sekalipun ditulis dengan penuh kengerian. Darah tergenang hingga selutut, dan bukan hanya darah Ummat Islam, melainkan juga Yahudi. Juga periode kelam abad pertengahan yang disebut Inquisista, yang memakan korban para heresist (murtad) dari kalangan agama tertentu, tetapi juga memakan korban banyak Ummat Yahudi.


Di Perancis, bahkan ada peristiwa yang hingga saat ini disebut tragedi pertama dalam kasus "prasangka bersalah", mendakwa orang hanya karena kebencian, yang disebut Pengadilan Dreyfuss, seorang Perwira Yahudi yang dihukum sebagai pengkhianat --- karena semua Yahudi dianggap bersalah...


Bukan lagi rahasia, bahwa sesungguhnya Eropa paling tak tahu diri terhadap perlakuan mereka terhadap Yahudi. Kedigdayaan Eropa sedikit atau banyak justru karena sumbangsih para Yahudi Diaspora (yang menyebar dari Polandia, Rusia, hingga Eropa Tengah). Yahudi Diaspora bukan hanya genius dalam menciptakan temuan-temuan penting, tetapi juga menjadi penguasa di dunia perbankan, mengajarkan Eropa dari urusan Kantor Pos, sistem akuntansi, hingga urusan Filsafat... Tetapi timbal baliknya adalah Holocaust oleh Nazi Jerman.


Sudah tentu bukan urusan kita! andai saja tidak ada aneksasi terhadap tanah Kanaan, Yerussalem, atau Palestina Moderen. Dan biang keladi dari titik didih yang berlarut-larut hingga penyerangan Freedom Folitelia terjadi baru-baru ini. Dan kita bisa tegas-tegas menunjuk, Barat, Eropa, dan juga Amerika, adalah tangan-tangan licik yang menikmati pembantaian Yahudi dan penistaan terhadap Syuhada Palestina...


Mengapa licik?


Kampanye, propaganda, dan disertai pengejaran-pengejaran berdarah melalui Anti Semitisme (yang kemudian bertiwikrama menjadi Anti-Jews’ atau Anti Judaisme di daratan Eropa inilah) yang sesungguhnya menjadi cikal bakal berdirinya Negara Israel, yang sepadan dengan cita-cita ideologi Zionisme, mendirikan Ersatz Yesrael, koloni Israel (Jewish State).


Tanyakanlah kepada Theodora Herzl, atau tepatnya berkaca pada perjuangan Sang Ideolog Zionisme itu. Dalam berbagai konferensi Zionisme, terutama Kongres yang pertama di Bezel, Swiss, puluhan tahun lalu. Theodora Herzl yang sukses mengemas tragedi Anti Yahudi di Eropa sebagai satu-satunya alasan untuk Yahudi Diaspora merebut tanah manapun di dunia ini untuk tempat tinggal "merdeka" bagi kaumnya.


David Vital, profesor pada University of Tel Aviv dalam bukunya The Origins of Zionism (1975) menulis bahwa Zionisme modern (sering disebut juga Zionsime politik) pada mulanya merupakan impian seorang wartawan Theodore Herzl setelah menyaksikan berbagai pembantaian Yahudi di Eropa. Dalam buku La Tahzan, tulisan Aidh Al Qorni, disebut Herzl hanya tidur 3 jam per hari untuk bekerja mengorganisir dan meloby jaringan Yahudi di mana-mana, agar setuju dengan Ideologi Zionisme. Meski, sesungguhnya, Zionisme secara diametral bertentangan dengan nilai-nilai religius Ummat Yahudi ---dan tak sedikit tokoh Yahudi yang menolak, termasuk Einstein...


Peta dunia kemudian berubah puluhan tahun setelah Kongres Zionisme berlangsung. Eropa menyadari Anti Semitisme dan Zionisme adalah "kerikil dalam sepatu". Untuk mematikan tentu saja tak bisa, eksistensi sebuah negara atau bahkan sebuah komunitas tak bisa ditumpas begitu saja, salah satu jalan terbaik adalah memindahkan.


Eropa lalu belakangan disusul Amerika, tahu persis: Yahudi memang perlu hidup, Ersatz Yesrael, Negara Yahudi harus ada, tetapi bukan dihalaman belakang Eropa, Not in my back yard... tetapi di Palestina!


Pemikiran inilah yang mempermulus gagasan Zionisme, terlebih-lebih setelah janji konspiratif dari sepucuk surat dari Menteri Luar Negeri Inggris Raya, tertanggal 2 Novembe 1917, yang bernama Arthur James Balfour. Diam-diam, Inggris telah lama merancang sebuah tanah untuk Yahudi, hanya mereka belum tahu kapan dan di mana... Surat inilah, yang kemudian disebut Deklarasi Balfour, yang kemudian menciptakan neraka berkepanjangan di Timur Tengah, tepatnya di Palestina.


Sejarah memang multifafsir. Tetapi kesengsaraan atas berdatangannya kapal-kapal Yahudi Diaspora ke Palestina adalah bukti. Hanya dalam hitungan tiga tahun, 30 ribu komunitas Yahudi pendatang, menyatakan kemerdekaannya di tanah yang baru mereka tempati, dengan mengangkangi 600 ribu warga asli di Palestina (gabungan antara Arab, segelintir Eropa, sedikit Yahudi Asli, dan warga asli Palestina). Eropa, Inggri, Amerika, jelas-jelas paling bertanggung jawab atas semua peristiwa yang telah berlangsung, termasuk pada saat ini, penyerangan biadab terhadap Freedom Flotilla, di Jalur Gaza.


Catatan: sumber utama yang dijadikan acuan adalah tiga buku dari Karen Armstrong, Sejarah Tuhan, Berperang Demi Tuhan, dan Perang Suci.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar