Kamis, Juli 23, 2009

Bulan Syaban, Jelang Ramadhan....

Perkara-perkara sepele adalah jerat nan mengasyikan. Mungkin di mata kita remeh-temeh, tetapi bila sudah mendarah daging, pelan tapi pasti mewujud sebagai kebutuhan. Jangan sepelekan pernak-pernik kecil dalam aktivitas kita. Positif atau negatif, mesti berada dalam kesadaran diri, agar tahu persis untung dan buntung-nya.

Kawan-kawan di kampung, ada yang hobi mati dengan berjudi. Memang kecil-kecilan. Bertaruh uang recehan. Tetapi bukan perkara duitnya, melainkan dampak. Menguras waktu ---sering begadang hingga pagi. Mengganggu tetangga, lantaran banyak yang tak suka perilaku maksiat itu di lakukan di lingkungan (terutama para Ustadz), sampai tidak produktifnya hidup lantaran hobi berjudi.

Ada beratur aktivitas yang sering kita bungkus dengan ujaran ringan: iseng doang! Nah, ini dia. Iseng sebagai penyela kesibukan mungkin bisa dimaklumi. Tapi kalau iseng yang harus selalu dipenuhi, maka perkara itu sudah masuk wilayah "kebutuhan". Lama-lama menjadi tabiat, mewujud sebagai trade mark kita. Lebih celaka kalau kemudian melambangkan ikon dan identitas kita. Syukur-syukur kalau bagus. Jika jelek dan hina, tentu membuat diri kita terpuruk.

Saya sering dengar orang-orang sukses (terutama para pedagang dan pengusaha), yang merintis bisnis dari keisengan dan hobi. Begitu juga para kolektor dan penggiat komunitas hobi. Beragam profesi juga mungkin bermula dari keisengan. Tapi agak kurang akrab di telinga kita jika tangga kesuksesan di berbagai bidang semata berpijak pada keisengan. Mungkin tahapan berikutnya adalah ketekunan, dedikasi, disiplin, dan profesionalitas.

Ini juga paralel dengan keisengan yang tidak produktif bahkan menghinakan manusia. Ya, seperti judi tadi. Atau iseng mencicipi narkoba. Iseng mengutil barang di Toserba (kleptomania). Iseng curhat dan berakhir pada perselingkuhan. Iseng menelepon kantor pemerintah dan mengancam meledakan bom (berurusan dengan pasukan Gegana Polda), atau masih banyak lagi.

Kesadaran untuk menimbang dan membuat perhitungan detail atas "siasat" membunuh waktu luang itu, hari ini hadir dalam diriku. Tak lain adalah merancang hal-hal mengasyikan, tidak ribet, tak menguras kantong, tapi produktif ---jauh dari maksiat. Rencananya, praktek keisengan positif itu kulaksanakan secara tekun di Ramadhan nanti. Insya Allah, bulan puasa depan saya akan rajin mengisengi buku-buku di perpustakaan umum, atau buku-buku punya teman (yang di rumah juga pasti dibogkar-bongkar lagi).

Konsisten Baca
Aku pernah (dan sering) terjangit nafsu membaca gila-gilaan. Waktu kuliah, pernah sampai membuat kawan-kawan kebingungan, selama dua hari satu malam nggak tidur, baca terus. Kalau tak salah, waktu itu lagi sakit hati sama kawan aktivis (paling pintar di Fakultas Ekonomi), katanya analisis aku tentan ekonomi kerakyatan ngawur! Sontak aku pinjam buku-buku dia.

Tapi juga terdapat masa, ketika membaca adalah sesuatu yang memuakkan. Berhenti total membaca, kecuali baca koran, dalam kurun dua tahunan. Ini juga disebabkan pihak luar. Aku merasa benci dengan perilaku beberapa orang pintar yang aku idolakan. Tetapi ternyata akhlak mereka berbalik punggung dengan ide-ide dan tulisan mereka di buku-buku yang dicetak. Mereka adalah tokoh-tokoh intelektual level nasional. Aku marah. Semarah-marahnya.

Dari membaca pula, aku pernah melambung dan membuat satu dua prestasi. Di sisi yang sebaliknya, kegiatan memelototi buku itu juga yang sering membuat aku celaka. Menjadi orang yang obsesif, agresif, tak mau kompromi, kurang toleran, anggap remeh hal-hal teknis, dan akhirnya aku terjerembab dalam siklus ketertinggalan (jauh di belakang orang lain).

Memang, kalau diukur-ukur, selama ini hobi membaca itu lebih banyak merugikan aku. Belum menguntungkan, dari sisi materi, karir, prestasi atau apapun.

Namun belakangan menyembul sensasi ringan. Biarlah "adat baca pustaka" itu kupeluk baik-baik. Siapa tahu Allah punya skenario bagus di kemudian hari. Sedikitnya, dari kegiatan membaca, aku mencintai segala yang bernuansa Islam. Mulai dari Quran, Hadis, Tausyiah ulama, dan banyak lagi. Intensitas membaca Al Quran juga lebih tinggi. Dan lahir itikad kuat untuk berjuang memperbaiki ibadah, sebagaimana nasehat para alim ulama yang sering aku baca (di buku, koran, internet). Jadi, mau untung mau rugi, deklarasi hari ini adalah singkat: terus membaca....

Gratis Biaya
Banyak faktor pula yang memudahkan. Betapa gampang mencari bacaan bagus. Entah di perpustakaan, di Google Book, punya teman, atau di mana saja. Selalu saja ketemu buku bermutu. Ini menguntungkan dari sisi ekonomi. Terutama betapa keuangan aku hari ini tumbang dan tebas tak berdaya. Barangkali karena minat aku yang luas, jadi tak terpatok pada tema buku tertentu. Terima kasih, ya Allah, engkau memberikan aku hobi yang murah dan mudah.

Bulan Ramadhan depan, sudah tersusun segepok rencana. Inginnya membuat listing buku-buku gratisan yang akan dibaca sebagai pengisi waktu. Insya Allah, semuanya akan bernuansa Islam ---agar menyegarkan kehausan batin dan nurani.

Dengan sendirinya tak perlu ke toko buku. Ke sana paling cuma meneteskan air liur dan menipiskan tulang dada ---lantaran sering diusap!

Nah, betapapun, persiapan harus aku desak sekarang. Semua buku-buku yang kuminati (kecuali novel, karena cukup satu kali baca, selesai), harus diskiming terlebih dahulu. Biar nanti tinggal melakukan pengulangan terhadap tema-tema yang bagus. Langkah berikut, aku akan menghapal beberapa surat al Quran, hingga mendorong aku membaca tafsirnya. Juga yang tak kalah penting adalah menjaga konsistensi, agar nafsu membaca tak menguap tergiring angin.

Ya Allah, jadikan Ramadhan-ku sebagai jalan menuju ampunanMU. Amien....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar