Sabtu, Agustus 14, 2010

Indonesia; Antara Plato dan Runtuhnya Teori Darwin


Salah satu ciri kegilaan adalah: membeber kisah yang sama secara berulang-ulang. Atmosfir intelektual juga mengenal rumus bahwa pengulangan (repetisi) adalah ciri-ciri dari hilangnya kreativitas. Sialnya, karakter mendasar dari perayaan Kemerdekaan Republik adalah riwayat pengulangan dan penceritaan terbatas.


Terlampau pejal dan miskin. Selebrasi HUT RI tak pernah jauh beranjak dari "heroisme bambu runcing" atawa pengagungan terhadap para founding fathers (Bung Karno, Hatta, dan lain-lain). Menyedihkan pula, bila perayaan HUT RI berputar-putar dari panjat pinang, balap karung, dan makan kerupuk.


Padahal tak sedikit peluang untuk membangkitkan ghirah ke-Indonesia-an dengan pelbagai cara. Misalnya dengan mengajukan temuan-temuan baru, inovasi, fakta, atau apapun. Sejauh hal itu adalah paralel dengan akal sehat. Indonesia adalah sebuah peta yang sanggup berbicara, baik dari aspek geografis, oceanologis, arkeologis, dan lain sebagainya. Bahkan ada satu teori, yang tanpa ragu menyebut bahwa Indonesia adalah Induk dari segala peradaban dunia (mother of civilizations).


Sebuah buku, berjudul Atlantis, The Lost Continent Finally Found, hasil riset 30 tahun, dari seorang Fisikawan Nuklir dan Geolog dari Brasil, yaitu Prof. Arsyio Nunes Dos Santos, menyebut bahwa Atlantis (atau surga yang hilang) adalah Indonesia. Menurut bukti-bukti yang disodorkan, Prof Santos tanpa ragu menyebut bahwa hanya Indonesia yang pantas disebut sebagai lokasi Surga (atau Benua) yang hilang itu.


Kalau cuma benua hilang, mungkin tak menarik. Justru yang kontroversial bahwa Benua yang hilang itu adalah (dulunya) berupa sebuah kemaharajaan dunia, kekaisaran internasional, yang menjadi "Ibu dari segala kebudayaan dunia". Negeri-negeri lain, dan peradaban-peradaban lain, yang selama ini dianggap sebagai "puncak sejarah dunia", seperti Mesopotamia, Eufrat, Tigris, Mesir, Yunani, China, India, Eropa, hingga ke revolusi industri di Inggris, adalah bersumber dari Indonesia. Buku itupun menyebut, bahwa asal usul manusia moderen (setelah zaman esberakhir), juga berasal dari Indonesia.


Buku Atlantis itu bukan ramalan konyol yang steril bukti ilmiah. Justru diperkaya dengan sederatan dalil, dengan ditunjang oleh analisis multi disiplin ilmu. Pembuktian bahwa Indonesia adalah Atlantis (Benua atau Surga Yang Hilang), bersumber dari fakta-fakta geografis, arkeologis, paleontologist, lingusitik, kitab suci, hingga aneka mitologi dari Yunani, Mesir, Inca, Maya, hingga Aztec.


Atlantis Versi Plato

Awalnya adalah dialog dalam risalah yang ditulis Plato, berjudul Timeaus dan Critias. Plato menuturkan bahwa: Atlantis adalah sebuah negara makmur dengan emas, batuan mulia, dengan balatentara gajah. Sebuah kerajaan berukuran benua yang menguasai pelayaran, perdagangan, menguasai ilmu metalurgi, memiliki jaringan irigasi, dengan kehidupan berkesenian, tarian, teater, musik, dan olahraga.



Plato (427 - 347 SM) juga menyatakan bahwa puluhan ribu tahun lalu terjadi berbagai letusan gunung berapi secara serentak, menimbulkan gempa, pencairan es, dan banjir. Peristiwa itu mengakibatkan sebagian permukaan bumi tenggelam. Bagian itulah yang disebutnya benua yang hilang atau Atlantis.


Mengapa Indonesia? Atau apa argumentasi untuk menunjuk bahwa Indonesia adalah memiliki karakter yang sama persis dengan "tanda-tanda" yang diceritakan Plato? Menurut Prof.Santos, setidaknya bisa ditelusur dari empat aspek.


Pertama, adalah teori difusi (penyebaran) peradaban dalam sejarah perkembangan dunia. Ia menemukan bukti, bahwa di dunia ini terdapat berbagai macam kesamaan, kemiripan, baik dalam asal usul bahasa, kata-kata, cerita-cerita rakyat, mitologi, kisah-kisah dari kitab suci, dan sistem teknologi ataupun pertanian. Menurutnya, tak mungkin kelahiran bahasa dan budaya dunia itu lahir independen,atau muncul sendiri-sendiri. Pasti saling terkait. Secara detil, ia memaparkan kesamaan dalam Mitologi Yunani, Kitab-Kitab Hindu (Rig Weda, Ramayana, Mahabarata),Talmud, Taurat, Perjanjian Lama, hingga dongeng-dongeng dari berbagai bangsa dunia (Mesir, Amerika, dan India).


Lingkaran Bencana

Kedua, teori katastrofisme (atau bencana besar), yang menceritakan adanya "banjir semesta" dan kebakaran semesta (universal conflagration) yang meluluhlantakkan dan menenggelamkan nyaris seluruh ummat dan peradaban manusia. Kandidat satu-satunya yang memiliki bukti bencana tak terperi itu adalah ledakan Krakatau, di patahan Sunda. Secara agak sinis, Prof. Santos mengatakan bahwa Indonesia memang ditakdirkan menelan bencana berulang-ulang, dari zaman prasejarah hingga kini, mengingat letaknya yang berada di "lingkaran sabuk api" (ring of fire). Catatan geologis membuktikan, hanya Krakatauyang sanggup membuncahkan kobaran api dan menyebabkan banjir besar, di sekitar11.600 tahun lalu.


Ketiga, metode matriks uji atas tanda-tanda yang diajukan Plato. Selama ini, dunia saling klaim tentang lokasi Atlantis yang sesungguhnya. Tercatat belasan tempat yang disebut paling layak sebagai situs Atlantis, mulai dari Selat Gibraltar,Bosporus, Sisilia, Mesir, dan tempat-tempat lain. Tetapi, tak satupun memiliki karakter atau ciri sahih, sebagaimana diajukan oleh Guru Aristoteles itu.


Sedikitnya ada empat tanda tentang Atlantis, Surga atau Benua yang hilang versi Plato. Yaitu: (1) Atlantis terletak di selat bersudutsempit, dan ini cocok dengan posisi selat sunda; (2) Atlantis berada di dekatpulau besar, dan selat Sunda terletak di antara Sumatera dan Jawa; (3) Atlantisberada di antara apitan banyak pulau, Selat Sunda dekat berada di hamparanpulau-pulau Indonesia; dan (4) Atlantis diapit dua benua, persis, posisi SelatSunda atau Indonesia berada di dua benua.


Keempat,melakukan negasi atau penyangkalan terhadap tempat-tempat lain yang disebut sebagailokasi Atlantis, seperti Selat Giblartar. Plato menyebut adanya pilar-pilar Hercules (dari istilah hera klai, latin, artinya penyangga dunia), yang merupakan metafora dari pegunungan yang berada di lokasi Atlantis. Nah, tak ada gunung berapi yang menjulang, dan layak disebut penyangga dunia dilokasi-lokasi lain, kecuali Selat Sunda, yaitu Gunung Krakatau.



Runtuhnya Teori Darwin

Lantas, benarkah memang ada Atlantis, atau hanya khayal Plato? Menurut Prof Santos, hikayat tentang Surga di Bumi yang hilang karena bencana besar, bukan klaim mitologi Yunani belaka ---dan Plato hanya penerus dari cerita Yunani sebelumnya. Pelbagai kebudayaan besar dunia menceritakan hal itu, termasuk dalam tradisi Hindu, Budha, Indian, dan juga kitab-kitab suci terkenal (ia juga menyebut Talmud, Perjanjian Lama, serta Rig Weda).


Jadi benang merahnya adalah dalam mitologi, korpus (naskah kuno), simbolisme suci, dan (memang) berbau spekulasi. Pertanyaan susulan, apa perlunya bagi Bangsa Indonesia, atas heboh Atlantis di Indonesia itu?


Faktanya, website internet tentang Atlantis versi Prof Santos telah diakses jutaan orang di dunia, dan meningkatkan hasrat mengunjungi Indonesia. Buku yang ditulis Prof Santos, yaitu Atlantis, The Lost Continent Finally Found juga laku keras. Teori kontroversial ini juga membuka debat baru, baik dari sisi keilmuan ataupun (untuk Indonesia) harga diri bangsa. Petikan kebijaksanaan juga bisa muncul dari fenomena Atlantis ini. Kita harus percaya, bahwa peradaban dan sejarah dunia memang dipergilirkan oleh Tuhan. Tak ada satu bangsa pun yang bisa eksis sepanjang sejarah bumi, melainkan muncul dan tengelam.


Terakhir sekali, pertanyaan spekulatif adalah, jika teori Atlantis di Indonesia benar, maka akan membawa segudang resiko luar biasa, terutama di bidang keilmuan dan sejarah dunia. Menurut Prof Santos, dunia barat tak akan rela untuk mengubah sejarah yang selama ini telah menjadi pakem. Butuh pengorbanan luar biasa untuk mengubah peta dunia ----karena posisi Samudera Atlantik yang ada dalam peta dunia sekarang adalah keliru. Selain itu, sejarah arkeologi, geografi, dan lingusitik juga harus diperbaharui.


Korban lain yang akan tumbang secara telak tak lain dan tak bukan adalah Teori Darwin. Dunia telah mahfum, teori Darwin berbasis pada asumsi seleksi alamiah ----bahwa mahluk hidup yang paling mampu bertahan adalah yang paling adaptif, survival of the fitest. Sementara jika merunut teori bencana besar ala Prof. Santos, justru kehidupan bisa musnah dan perlaya, karena adanya bencana besar ---dan tak ada mahluk yang bisa bertahan sempurna. Kehidupan alam dan mahluk, bukan lolos karena adaptasi, tetapi justru karena sesuatu yang tak bisa terjelaskan.


Sampai di sini, fenomena Atlantis berada di Indonesia bukan menggiring kita untuk apologis, bangga diri karena cerita masa lalu. Melainkan tercerahkan dan optimis, bahwa bisa saja sejarah kembali memihak kepada kita. Seperti pesan Anand Khrisna: "Wahai anak bangsa, Engkau bukan lahir untuk mengenang masa lalu, melainkan untuk menyongsong masa depan". Semoga...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar