Kamis, April 30, 2009

Andai Saat Itu Segera Tiba

Kapan waktu yang tegas untuk memulai tekadku? Hingga detik ini, masih terombang-ambing oleh kekalutan pikiran… Disertai tubuh enggan merunduk, mengikuti panggilan batin ---bersujud kepadaNYA. Kecamuk dalam benak tak jua mereda. Bergulung dengan kecemasan, ketakutan, dan khawatir.

Beberapa hari terakhir bahkan dicekam ketakutan luar biasa…galau.

Suasana itu menggiring pada satu sikap negative. Niat untuk tampil optimis, tawakal dan berserah diri, memudar pupus oleh perasan kecewa, marah, benci dan diri terhina. Aku mendapat perlakuan buruk tiada henti. Tuhan….


Buntu

Jika saja tak punya rasa malu, kondisi ini layak kusebut “menemui jalan buntu”. Harapan-harapan kecil dan sederhana, tergolong hak yang patut kuperoleh, sama sekali tak terwujud. Justru yang datang adalah segala kebalikannya. Sesuatu yang sebelumnya sempat kucurigai, namun kutepis jauh-jauh malahan terwujud nyata senyata-nyatanya! Beginilah yang kuterima: uang cadangan terus tersedot, jam kerja makin menggila, sikap bos tambah congkak. Aku merasa dilecehkan ke titik terendah. Waktu dengan keluarga juga tersita. Sementara perjuangan adikku makin berat, kalah oleh gilasan mesin uang.

Kini nyaris berada di tubir jurang. Tapi aku tak ingin terjatuh. Semoga Allah mengulurkan pertolongannya.


Tambah Berat

Terkadang pikiran aneh menyeruak. Menahan diri atas perlakuan dzholim, aniaya, sewenang-wenang. Tetapi ketika pandangan kusapu ke sekeliling, ternyata warna yang sama bependar-pendar. Aneh… Malahan orang-orang biadab itu, terutama dalam urusan politik, justru akrab dengan keberuntungan. Keistimewaan dan kemudahan begitu akrab menghampiri. Tak perlu kerja keras. Tanpa berpikir cerdas. Cukup dengan menginjak orang-orang lemah. Ditambahi dusta, ketololan, dan perilaku jumawa.

Lantas kebaikan dan laku moral menepi ke arah terjauh. Cukup hadir sebagai penghias, seraya tercampak segera setelah tujuan tergapai.

Begitulah. Aku yang terdesak oleh berbagai himpitan, semata bias tergugu kaku. Menyaksikan dengan nanar, bola api menyala karena gemuruh kesumat! Atas kekalahan berbagai sabda moral dan suara nurani. Hari-hariku, akhirnya, dengan kondisi seburuk ini, tambah berat (sekali).


Persepsi Orang

Bila mampu, aku lebih memilih tukar posisi ganti profesi. Supaya jauh dengan ingar binger politik. Terhindar dari persepsi keliru orang banyak, yang menganggap segala yang kusandang adalah enak. Pihak lain menuding aku beruntung, padahal buntung! Kecuali beberapa saja dari mereka yang kenal persis. Mereka tahu aku terbebani nestapa. Tapi tetap sama saja,karena tak bisa apa-apa.

Lalu karena yang tidak tahu adalah cukup banyak, tentu berharap mencicipi “keberuntungan” itu. Minta traktir, ngajak nonton, dan macam-macam lagi. Bagaimana bisa? Sedangkan nasib dan keuanganku terpuruk…. Gaji aku saja, terus-terusan dipangkas! Padahal aku telah bekerja lahir batin, siang dan malam.

Karena salah mengira, dan tidak punya informasi yang benar, mereka salah tafsir. Aku yang terus-terusan menghindar, dicap sombong, pelit, dan culas ---menang bertarung, tetapi tak ingat merayakan!

Tak mudah mengatasi problem ini. Terbuka dan terus terang, sama artinya dengan membuka aib-aib aku. Tidak, biarlah ini kupendam saja. Tetapi berdiam terus menerus, selalu berpura-pura, rasanya tak tahan juga. Ya Rahman….. Aku menanti kasih sayangMU. Tolong aku, agar waktu keberuntungan dan kepasrahanku segera tiba….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar