Jumat, April 10, 2009

Tutuplah Aib-Aibku....

Semoga kawan-kawan tak melihat nasibku sesungguhnya. Statusku memang layak di"pasar"kan. Penghasilan juga ---mestinya--- tak kurang-kurang amat. Ketakutanku adalah masalah treatment dari orang yang menjadi klien politik aku di DPR RI. Si bos termasuk pelaku hard power, tanpa dibantali oleh fatsoen dan kecerdasan berpolitik. Aku kerap sulit mengambil posisi ---terpojok dalam kedunguan.

Pelan tapi pasti aku menata diri. Memulihkan kembali kepercayaan diri. Menyusun ulang skenario yang dulu pernah dikejar. Memperbaiki pecahan-pecahan potensi yang terabaikan. Memajukan tabiat yang sempat terpinggirkan.

Susunan kalimat barusan memang hanya pantas diucap person yang perjalanannya stagnan atau malah mengalami regresi. Tetapi sirkulasi kehidupan memang tak harus berjalan linear ---terantuk dalam jatuh, atau terlenting oleh sukses. Walau repotnya, agak susah menyembulkan di poros mana aku pernah "sukses". Hampir berhasil, mungkin sekali dua pernah mampir. Tetapi membukukan status berprestasi, agaknya nyaris tiada.

Perbandingan atawa sejenis banchmark, terkadang menjadi harus. Supaya kita jelas dalam berkaca ----tidak kemudian menjadi narsis atau terjebak paranoid skala akut. Paling gampang justru menimbang-nimbang perjalanan dan keberhasilan kawan-kawan (paling cocok, ya, tentu saja para kolega di Mando). Mereka, perjalanan hidupnya penuh kedahsyatan, setidaknya bila dibanderol dengan harga kapasitasku. Walau mayoritas mungkin normal dan standar saja. Tetapi jelas peraihan ekonominya tidak seterpuruk aku. Kondisiku baru pulih beberapa bulan ini saja. Dulu terbenam dalam kemiskinan nan mencekik. Moga saja terbentang kesempatan, agar kelak aku bisa menegakkan kepala di antara mereka. Ya Allah.... tutuplah aib-aibku.... Bangkitkan, lentingkan potensi-potensi kebaikan yang engkau telah anugerahkan.

Habis total mungkin tidak. Memasuki masa an early stage to emergance, mungkin iya. Begitulah locus (keberadaan) aku sekarang ini. Gawat-gawat telat....

Pengerahan sumber daya ---yang belum optimal kugelar--- adalah opsi tunggal tak tergantikan. Kucari-cari selalu energi pembangkit. Agar terus bergerak! Tidak boleh lepas dalam kepasifan. Selama ini mungkin ada energi yang kutimbun, potensi yang terpejal, maka hari ini harus keluar semua. Sebanyak-banyaknya. Dengan digelandang oleh tradisi lama yang tak sepenuhnya punah: gila membaca dan gila menulis.... Hanya lanskap-nya yang berbeda. Dulu berwarna sekuler-intelektualis, sekarang sepenuhnya berserah diri kepada Allah. Ya Rabb.... aku harus menjadi Islam kaffah, ya ayyuhalladziena amanu fisilmi kaffah (wahai orang-orang yang beiman, masuklah dalam Islam dengan menyeluruh).

Nah, bila putaran nasib menggiring aku ke pelangi kemenangan, maka aku harus berpendar dengan cahaya baru ---yang tak sepenuhnya dikenali dengan persis oleh kawan-kawan---, yaitu cahaya Islam. Apapun produktivitas yang aku lakukan, karya yang kubuat, prestasi yang kugurat, imbalan yang kuperoleh, seluruhnya ada dalam koridor ke-Islam-an. Itulah jalan ketundukan ku, Jalan Menuju Tahadjud...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar