Kamis, April 09, 2009

Keteladanan Berpolitik....

Fatsoen politik hampir hilang dalam pusaran Pemilu April 2009 ini... Entah di lingkungan elit, para komprador, massa militan partai, atau bahkan pencitraan di media massa. Kita kehilangan sentuhan yang menggeletarkan nurani, dari serentetan sodoran pernyataan politik para tokoh dan akademisi. Tabung memori intelektualitas kita pun kosong dari jejalan hikmah yang memberi kesan ----bahwa rasionalitas itu perlu.... Pentas politik sudah bertiwikrama menjadi showbiz, terkemas oleh industrialisasi hiburan, oleh televisi, oleh balihoo... oleh segalanya yang bisa mendompleng pesan semu.

Berlawanan total dengan kejadian sekitar 10-11 tahun lewat. Saat itu gagasan adalah pemenang. Pilihan sangat tegas, dan resiko menjadi tumpas berada di depan mata. Kita tahu si "a" palsu, kita kenal persis si "b" idealis. Gagasan, pencerdasan, dan gelombang harapan menggumpal-gumpal. Kekuatan itulah yang kemudian meluruhkan bangunan politik Jenderal Soeharto. Hari ini semuanya seperti bermain kartu remi. Seperti tidak ada kategori baik dan buruk, cerdas dan dungu, murni atau palsu ---semua kartu adalah sama, tergantung siapa yang memaikan. Kemasan adalah panglima.....

Begitulah Demokrasi
Demokrasi, seperti diakui banyak pihak, memang bukan jembatan baja yang anti roboh. Terkadang malahan teramat rentan. Bisa membawa rakyat ----yang mencoba menyebrangi jembatan demokrasi itu--- justru jatuh ke dasar jurang. Tetapi toh, lebih baik melintasi jalan demokrasi daripada bersikutat dengan angkara ---yang sama buruknya menindas.

Intinya jangan membubuhkan tanda tangan di cek kosong. Kita berhitung untung rugi. Karena memang hidup tak sepenuhnya seperti jam dinding, teratur, kaku, saklek, tinggal tunggu posisi yang diinginkan. Seperti hari ini dan besok, pendukung Partai Demokrat senang bukan kepalang. Langkah berikutnya tinggal sejangkauan tangan, mematri kursi RI satu untuk Sang Pembina, Bapak Soesilo Bambang Yoedhoyono. Pemilu kita pun, dalam ukuran minimal, berlangsung cukup demokratis. Tetapi hampa nilai-nilai kebangkitan semangat politik. Tidak ada isu perubahan. Hampa dengan penyegaran motivasi. Teramat pejal, dangkal, banal....

Terbata-bata
Aku sendiri menjadi baut atau sekrup kecil dari mesin besar politik yang menggeregak ---melindas suara alternatif, meratakan kegelisahan publik. Tersuruk suruk dalam operasi justa, menggelontorkan wacana kosong dan menangkap aspirasi palsu. Batinku tersedak, jiwaku terisak. Hanya Allah yang Maha Tahu ratapanku....

Namun rahasia kehidupan memang tidak tersaji di meja makan. Aku selalu bisa mengecap hikmah, pelajaran-pelajaran penting dari perjalanan politik yang aku libati. Faktanya senantiasa terhina, tersia, terpojokkan, dipermalukan ---di samping kerja keras siang dan malam. Begitulah lintasan "sejarah" politik aku beberapa tempo berselang. Cukup tersedia tawaran-tawaran hikmah: bahwa aku bisa bersikukuh, bertahan dalam gempuran. Bahwa aku mau bekerja keras, dari pagi hingga malam. Bahwa aku bisa mempertahankan harga diri di hadapan lingkungan. Bahwa kinerja aku diakui banyak orang. Semuanya bertelekan pada ego dan self esteem.... Toh, berlangsung tanpa rekayasa ---di sini tangan Allah yang bermain. Ia Sang Penyelamat.....

Pulang
Aku akan pulang dengan kepala tegak!
Disertai serangkaian nadzar pribadi untuk memperbaiki amal ibadah, ilmu dan hikmah, shodaqoh dan silaturahmi. Menaburi hari-hariku dengan segala kebaikan-kebaikan. Aku semakin percaya, Allah Maha Baik, dan mendorong kita berbuat baik. Isteri dan anak-anakku telah lama menanti. Hatiku malah semakin lapang. Tantangan terberat terlewati... dengan hasil yang tak sepenuhnya kuinginkan. Yang paling penting adalah pembuktian dan integritas. Kata Hadis Nabi: bekerjalah kamu dengan sebaik-baiknya, dan nanti Allah, Rosulmu, serta orang-orang mukmin akan mengetahuinya....

Barangkali setiap kawan, mitra, dan bahkan anak - isteriku, menyangka aku akan mendapat hadiah. Aku tak tahu pasti ---menuntut tidak, mengharapkan terlalu dalam juga tidak. Aku sudah mendapatkan fatsoen, lewat keperihan-keperihan. Biarkanlah Allah yang menentukan. Dia Maha Tahu kebutuhan-kebutuhanku. Tetapi batin berbisik: Ya Allah, lapangkanlah rezeki untukku... beri aku kasih sayang dan perlindunganMU. Amien....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar