Minggu, April 05, 2009

Bertarung Dengan Kegalauan


Ada tradisi kecil yang coba kurawat...menulis! Dulu, kala mahasiswa dan jadi aktivis HMI, aku salah satu penulis produktif. Tetapi, ketika aku pulang kampung, terkena stress, dan menghadapi tekanan hidup, kebiasaan itu hancur. Total aku tinggalkan. Beruntung, masih ada kepingan habbit menulis itu yang terselamatkan, yaitu menulis diary. Diary dalam makna sebenar-benarnya. Yakni menuliskan jeritan hati. Tertuang dalam buku tulis biasa yang diproduksi WALHI, dari kertas daur ulang.

Beberapa momen penting yang menyesakkan dada, terekam persis di situ. Terutama renungan-renunganku.

Rencananya, aku ingin mengeksplorasi kepingan itu. Membangunnya sebagai artikel utuh. Tidak akan menghilangkan esensiya: perihal jeritan batin. Tetapi niatnya memperkaya dengan sejumlah referensi yang bisa kupetik. Aku tetap ingin bahwa tradisi ini bertahan. Jikapun gelora cita tak kesampaian, menjadi penulis handal, maka kebiasaan menulis diary ini akan tetap berlanjut. Salah satu hal yang kuhargai dan bermakna di situ adalah: menuliskan suatu kejujuran, benar-benar suara hati. Bisikan tentang kepasrahan dan keinginannku untuk mendekat kepada Allah.

Ihwal terjadinya pertentangan antara suara hati dan tindakan nyata aku dalam hidup, barangkali selalu terjadi. Kekurangan-kekurangan dan kelemahan diri mungkin jadi penyebab utama. Meski begitu, sekurangnya ada sesuatu yang kurawat. Bahwa hati ini masih condong kepada Nur Illahi, kepada syariah Islam, rasa cinta Kepada Junjunganku, Nabi Muhammad SAW. Itu adalah komitmen yang tak bergeser se-inchi-pun.

Allah Maha Tahu dengan segala apa yang terjadi. Dia adalah pembalas yang penuh kasih sayang. Memang senyatanya aku sering merontak, protes, marah atas segala yang terjadi. Benak kelap dihinggapi syak, kebencian, serta putus asa. Tetapi sifat-sifat itu tak ingin kupasang permanen. Biarlah semata menjadi letupan-letupan kecil, dari tumpukan api unggun yang menggelegak. Suara-suara protes dari hawa nafsuku itu menjadi semacam percikan api kecil, diantara kobaran api kebenaran dalam jiwa. Ya Allah, aku tahu, ajaranMU adalah kokoh. Tidak harus serta merta aku memperoleh benteng pondasi iman yang seteguh beton. Rapuh atau kukuh, sejatinya, tak berarti banyak bagiMU. Bukan kekuatan Iman kita yang menentukan, tetapi kasih sayangMU ya Allah.... Itulah pemahamanku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar