Jumat, April 24, 2009

Orang Kalah, Pandir, Sesat, atau Siapakah Aku?

Kebodohan yang membelit sekujur sukma raga tak hendak terlepas juga. Di setiap denyut waktu, sanggup menggelincirkan aku dalam lelaku pandir. Oleng oleh perbuatan tak perlu. Terkurung dalam pemikiran keliru. Tak bisakah aku selamat dari kesia-siaan tindakan? Hari ini untuk sekedar memilih dan menentukan mana tindakan yang benar saja, aku tak mampu. Keterlaluan...

Dari kemarin gagal mengurus fokus: agar sejumlah itikad baik terlaksana sebaik-baiknya. Awalnya melangkah dengan bagus. Bertemu isteri, bercanda dengan anak, memberi uang buat keluarga. Tak lupa juga menyisipkan shodaqoh untuk tetangga dan anak-anak yatim di sekitaran. Lantas dibarengi dengan tetirah di rumah. Selisir udara nyaman kuhirup.


Begitu waktu merangkak sore, aku bahkan bersiap mengajak si Alief Sholat Maghrib berjamaah di Mushola ---dengan niat melanjutkan ikut pengajian, atau menghadiri tahlilan di rumah saudara. Namun serombongan pikiran sesat menyerang dahsyat! Buyar tuntas rancangan kehendak yang telah kurawat sedari pagi hari.

Padahal bisikan kotor itu semilir saja. Tidak sederas semangat aku untuk mengerjakan kebaikan-kebaikan. Sungguh, perbuatan-perbuatan yang sia-sia memang memuluskan jalan menuju keburukan. Meski kita telah bersiap. Memupuk dengan sejumlah aktivitas berguna. Bongkar benteng pertahanan karena melewatkan sesuatu yang maha penting, tetapi kita pandang sepele.


Bisikan Maksiat
Ya, persis di ujung sore itu, ketika lembayung menampak, matahari melenyap, dengung Adzan Mghrib berkumandang. Aku malah terbuai. Lewat begitu saja tanpa penghambaan sebagai makhluk ciptaan-NYA. Rentetan aktivitas sesatpun kemudian ikut beriringan. Ba'da Isya, aku ke luar rumah. Bermain-main dengan manusia-manusia kerdil ---mohon, maaf, dalam hal tertentu memang ada kebaikan dalam diri mereka, tapi dalam konteks ini, mereka cocok aku kategorikan begitu, sama seperti aku tentunya.

Heraannya, saat aku pulang, beristirahat sejenak, mata tak terpejam hingga subuh. Tak tahan, aku ke luar lagi... menuju rumah orang tua. Aku ingin silaturahmi. Tetapi yang kudapat justru diskusi yang agak kurang sedap. Kekecewaan di keluargaku rupanya membuncah. Kecewa terhadap kinerja partai yang mengusung adik perempuanku. Dalam hati aku jenuh, lelah, capek. Tetapi aku sangat menghormati Abangku, mencintai Bapak, dan ingin melakukan yang terbaik untuk mereka semua. Jelas terdengar, bagaimanapun mereka kecewa terhadap "rendah"-nya kontribusi aku terhadap perjuangan politik Adik tercinta.

Aku terhunyung dalam galau. Tak tahu persis bagaimana mestinya. Hingga detik ini, aku hanya bisa menulis.


Tolong, Ya Allah
Semoga ada jalan. Semoga ada peluang ---sekecil apapun, yang penting bermakna. Ya Allah, jauhkanlah segala keburukan, kejahatan (setan, jin, manusia, seluruh mahlukMU), kedengkian, dari keluargaku. Berikanlah selalu kedamaian, kesehatan, keluasan rezeki terhadap keluargaku. Aku memang kalah, Ya Allah....
Aku memang pandir, Ya Allah....
Aku memang sesat, Ya Allah....
Jangan hukum aku atas segala kebodohan-kenistaan yang selalu kulakukan, berulang, Ya Rabb....
Di hatiku masih memancar selaksa pelita: Yakin Akan Maha RahmanMU....

Tolong aku, Ya Allah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar