Selasa, April 07, 2009

Mereguk Ridhlo Bapak

Rasanya bahagia dan plong... Beban berat berhari-hari, bahkan berbulan-bulan, terbuang begitu saja. Bahkan tadi malam, aku hampir menyerah. Berniat untuk memberontak, melawan dan menguar-nguarkan emosi kemarahan. Tetapi Allah Maha Rahman. Diujung berondongan masalah, diantara desakan problem, serta telepon berdering tuntutan dari sana-sini, sekonyong muncul gagasan, bahwa aku harus berbicara dengan Bapakku.

Bapakku. Terus terang aku merasa sangat sayang kepadanya. Dari dulu aku selalu ingin membahagiakan Bapak. Tetapi secara materi aku tidak mampu. Hanya sesekali. Tetapi itupun kadang. Kalaupun bisa, aku selalu menjaga silaturahmi rutin dengan dia. Mulai dari ngobrol ringan, bercerita, atau berdiskusi. Tetapi aku tahu, beban Bapak belum hilang. Tanggungan Bapak tidak mudah. Ia masih memikirkan adikku, anaknya yang bungsu. Si Bungsu ---kami semua sayang padanya--- hingga hari ini tidak punya pekerjaan. Juga belum dapat jodoh. Bapak juga masih sering merasa pening dengan kelakuan Abang ---yang meskipun sudah bisa mencari rezeki, tetapi kelakuan minus selalu melekat padanya. Main perempuan, boros. Begitulah....

Hati melonjak-lonjak gembira karena pikiran baik itu. Langsung menelopon Bapak, berbicara sebentar kepadanya. Lalu memutuskan untuk memberi uang, tidak banyak hanya Rp 2 juta. Itupun bukan buat Bapak langsung. Melainkan untuk keperluan si Bungsu. Tetapi aku sangat bahagia ---jumlah uang itu sangat tak berarti saat itu. Karena Bapak terdengar bahagia, tertawa, dan mengucapkan terima kasih. Mulai hari ini, Ya Allah, izinkan aku selalu bisa bershodaqoh ke Bapak. Tidak perlu jumlah uangnya berapa. Yang penting Bapak bisa bersuka cita.

Sejujurnya, secara materi aku cukup. Masalahnya, beban dan tanggungan luar biasa banyak. Aku harus menghidupi keluarga isteriku. Aku niatkan untuk menjadi bagian dari shodaqoh. Semoga Allah meridhoi. Tetapi hati kecil sering bersuara: bahwa harus adil, jangan sampai terlalu banyak ke keluarga isteri. Baiklah. Kesadaran itu kian menguat. Tinggal atur siasata, agar semua kebutuhan isteri tercukupi. Bisa membantu yang membutuhkan ----karena keluarga isteri tanpa penghasilan, hanya adiknya yang bekerja. Terpenting juga, biar sedikit, bisa shodaqoh untuk Bapak.

Aku juga meminta agar isteri silaturahmi, ngobrol langsung, dan minta agar Bapak mendoakan. Memang senyata-nyatanya aku perlu didoakan orang tua. Pekerjaanku sangat berat. Bermitra dengan orang-orang takabur dan sombong. Paranoid, takut kalah dalam pertarungan Pemilu. Orang-orang itu juga teramat culas. Sebenar-benarnya aku jijik dengan moralitas mereka semua. Lebih-lebih, mereka sangat mengangap enteng aku. Sering marah dengan cara yang tidak patut. Aku protes, tapi sia-sia. Lagipula, aku butuh pekerjaan itu untuk kelangsungan hidup banyak nyawa. Biarlah....Pertahananku adalah ada pada itikad. Bahwa ini semua Allah yang mengatur. Paling utama justru bagaimana caranya aku bisa bermunajat. Menghambakan diri dan menghinakan diri dalam sujud dan dzikir kepada Sang Maha Kasih.

Jika berjalan lancar, maka isteri akan menemui Bapak. Berupaya untuk memberi uang, lantas minta didoakan langsung. Ini saja gembiranya bukan kepalang. Mudah-mudahan Allah juga meridhoi. Bukankah Ridho Allah tergantung pada Ridho Orang Tua, Ridallahu wa ridho walidain....

Aku jadi siap. Karena bersandar pada permohonan Ridho Allah dan diiringi doa orang tua. Semoga saja semua yang menjadi permohonanku, permohonan adikku, permohonan Bapak, dan permohonan isteri serta keluargaku semua, bisa terlaksana. Tolong kami, ya Allah....


Tidak ada komentar:

Posting Komentar